dc.description.abstract | Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai Legalitas
Anggota Polri Sebagai Kuasa Hukum Terdakwa Dalam Proses Peradilan Pidana
(Studi Putusan Nomor 13/Pid.B/2023/PN Sby). Pilihan tema tersebut
dilatarbelakangi oleh peneliti mencoba menganalisis lebih jauh terkait kewenangan
polri sebagai kuasa hukum selain Advokat di pengadilan apakah diperbolehkan
atau tidak. Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat
rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Polri dalam sistem
peradilan pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan? 2. Apakah anggota
Polri mempunyai legalitas untuk menjadi kuasa Hukum dalam proses peradilan
hukum pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus.
Pengumpulan bahan hukum melalui metode studi literatur, dengan bahan hukum
primer maupun sekunder. Selanjutnya bahan hukum dikaji dan dianalisis dengan
pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab isu
hukum dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam hirarki peraturan perundang undangan, Undang-Undang tentang advokat memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada Peraturan Kepolisian. UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat
haruslah menjadi acuan Peraturan Kepolisian Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata
Cara Pemberian Bantuan Hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh peran ganda anggota Polri sebagai polisi dan penasihat hukum.
Seharusnya, anggota Polri tetap patuh kepada UU Nomor 18 Tahun 2003 sebagai
panduan atau acuan bagi para penasihat hukum. Anggota Polri yang menjalankan
fungsi mereka sebagai penasihat hukum seharusnya mengikuti undang-undang
tentang penasehat hukum, sehingga tindakan tersebut tidak melanggar undang undang tentang advokat yang memiliki aturan khusus yang harus diikuti oleh para
penasihat hukum. | en_US |