Show simple item record

dc.contributor.authorMahbubillah, Adib
dc.date.accessioned2024-10-02T05:37:12Z
dc.date.available2024-10-02T05:37:12Z
dc.date.issued2024-07-19
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/10331
dc.description.abstractPada skripsi ini, penelitian ini mengangkat permasalahan putusan Nomor 813/k/pid/2023 tentang pidana seumur hidup. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh permasalah penegakkan hukum yang terjadi di Indonesia, Penegakkan hukum di indonesia akhir-akhir ini sedang menjadi perbincangan yang sangat menarik dalam masyarakat Indonesia, berbagai fenomena peradilan yang terjadi akhir-akhir ini yang sedang ramai di bahas dan di ikuti beritanya oleh sebagian bahkan kesuluruhan lapisan elemen masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, yakni kasus pembunuhan berencana yang di lakukan oleh Eks Kadiv Propam polri Ferdy Sambo seorang perwira tinggi polri, karirnya yang dibangun kisaran 30 tahun lebih itu berakhir sangat tragis dalam sehari. Kasus ini menyebabkan hilangnya nyawa seorang Brigadir J yang tewas dengan 5 luka tembak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengankat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi dasar putusan pembatalan hukuman mati dalam sistem peradilan pidana Indonesia? 2. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam Pidana Seumur Hidup terkait putusan Nomor 813/k/pid/2023? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Pengumpulan bahan hukum melalui teknik studi pustaka, dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Selanjutnya bahan hukum dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk membantu dalam mendapatkan pandangan yang lebih jelas dan pemahaman yang lebih baik terkait dengan permasalahan yang diangkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam putusan Nomor 813/k/pid/2023 terdapat adanya kesalahpahaman dalam proses pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi keputusan, Proses pengambilan keputusan tidak selalu logis, dengan itu putusan dapat di anggap memiliki kesesatan (fallacy) karena di anggap tidak masuk akal dan menggambarkan kesesatan dalam penalaran hukum. Secara garis besar ada empat klasifikasi penghapusan pidana mati oleh Negara-negara di dunia. Pertama, Negara-negara yang menghapus pidana mati untuk semua kejahatan tanpa pengecualian. Kedua, Negara-negara yang menghapus pidana mati hanya untuk kejahatan biasa. Sedangkan untuk kejahatan-kejahatan luar biasa, pidana mati tetap di berlakukan. Kejahatan luar biasa di sini antara lain kejahatan di bawah hukum militer dan kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam waktu perang. Ketiga, Negara-negara yang menghapus pidana mati secara de facto. Artinya, terhadap kejahatan-kejahatan biasa pidana mati tetap diancamkan dalam Undang-Undang, namun praktiknya tidak pernah diterapkan. Keempat, Negara-negara yang menerapkan pidana mati secara retensi. Artinya, setelah 10 tahun seorang terpidana mati jika berkelakuan baik, maka diberikan amnesti atau grasi untuk mengubah hukuman tersebut.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectpidana seumur hidupen_US
dc.subjectpenegakkan hukumen_US
dc.titleAnalisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 813/K/Pid/2023 Tentang Pidana Seumur Hidupen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record