dc.description.abstract | Salah satu kasus pembunuhan berencana yang cukup banyak mengundang
perhatian publik adalah kasus pembunuhan seorang polisi bernama Brigadir
Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang dilakukan oleh Ferdy Sambo.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 796/Pid.B/2022/Pn
Jkt.Sel, terdakwa dihukum dengan sanksi pidana MATI. Hal demikian dikarenakan
Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 49 jo Pasal 33 Undang- Undang No.19
Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang- Undang No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sehubungan dengan vonis pidana mati tersebut, Ferdy Sambo melakukan
upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun demikian, Putusan PT
DKI Jakarta Nomor 53/PID/2023/PT DKI menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 796/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel dengan tetap memberikan
sanksi pidana mati. Tidak berhenti sampai disitu, Ferdy Sambo kemudian kembali
mengajukan upaya hukum Kasasi terhadap Putusan PT DKI Jakarta Nomor
53/PID/2023/PT DKI kepada Mahkamah Agung. Dan berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 813 K/Pid/2023, vonis pidana mati yang dijatuhkan
terhadap Ferdy Sambo sebagaimana Putusan PT DKI Jakarta Nomor
53/PID/2023/PT DKI yang memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 796/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel dinyatakan dibatalkan dan diubah oleh
Mahkamah Agung menjadi vonis pidana penjara seumur hidup.
Berdasarkan pada isu tersebut, penelitian ini mengangkat rumusan malasah:
1) Bagaimana pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 813 K/Pid/2023?2) Bagaimana akibat hukum putusan
Mahkamah Agung Nomor 813 K/Pid/2023?
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan
kasus, perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang
digunakan yaitu bahan hukum primer yang terdiri dari ndang-Undang Nomor 48
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan tentang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 813
K/Pid/2023, serta bahan hukum sekunder seperti artikel jurnal ilmiah yang
berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan bahan hukum tersebut dilakukan
dengan studi kepustakaan dan studi dokumen, kemudian dianalisis secara
deskriptif kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasilnya menunjukkan sebagai
berikut: Pertama, Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 813 K/Pid/2023
memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 53/PID/2023/PT DKI
dengan membatalkan vonis sanksi pidana mati terhadap Ferdy Sambo dan
mengubahnya menjadi sanksi pidana penjara seumur hidup. Majelis hakim
Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya menilai bahwa hal demikian
dikarenakan terdakwa Ferdy Sambo telah mengabdi sebagai anggota Polri kurang
lebih 30 tahun. Selain itu, terdakwa juga tegas mengakui kesalahannya dan siap
bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan, sehingga selaras dengan
tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan rasa penyesalan bagi pelaku tindak
pidana.
Kedua Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
796/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel yang memberikan sanksi pidana mati terhadap
terdakwa Ferdy Sambo sebagaimana diperkuat oleh Putusan PT DKI Jakarta
Nomor 53/PID/2023/PT DKI telah diperbaiki oleh Mahkamah Agung dalam Putusan
Nomor 813K/Pid/2023 dengan membatalkan sanksi pidana mati terhadap
terdakwa Ferdy Sambo dan mengubahnya menjadi sanksi pidana penjara seumur
hidup. Sehubungan dengan kehadiran Putusan Mahkamah Agung Nomor
813K/Pid/2023 tersebut, maka akibat hukum yang timbul adalah bahwa kedua
putusan kasus Ferdy Sambo sebelumnya yaitu Putusan Tingkat Pertama dan
Tingkat Banding tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan demikian, sanksi yang berlaku terhadap Ferdy Sambo bukan lagi pidana
mati, melainkan pidana penjara seumur hidup. Hal ini sejalan pula dengan asas
“hukum yang baru mengesampingkan hukum yang lama”. | en_US |