dc.description.abstract | Di dalam konsep Pemerolehan Bahasa Kedua, bahasa pertama bisa mempengaruhi bahasa kedua dan bahasa asing. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional bisa menjadi bahasa pertama, bahasa kedua, bahkan bahasa asing. Penutur bahasa jawa menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Karena bahasa Inggris dijadikan bahasa asing, penutur bahasa Jawa bisa mencampur adukkan bahasa pertama mereka kepada bahasa target. Dan itu bisa menjadi sebab error bagi penutur bahasa Jawa dalam membaca teks bahasa Inggris.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi eror pada penutur bahasa Jawa ketika melafalkan konsonan dan vokal dalam bahasa Inggris, dan 2) mengidentifikasi eror pada penutur bahasa Jawa ketika melafalkan panjang, intonasi, tekanan, dan nada dalam bahasa Inggris.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, lebih tepatnya adalah dalam studi kasus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah obserfasi. Ada 5 partisipan. Mereka adalah penutur bahasa Jawa, lahir di lingkungan berbahasa Jawa, dan hidup di lingkungan berbahasa Jawa.
Data penelitian dikumpulkan dari hasil rekaman semua partisipan. Mereka meambaca sebuat teks bahasa Inggris “The Greedy Lion”. Mereka direkam menggunakan aplikasi rekaman di smartphone Oppo F7. Hasil dari rekaman tersebut ditulis dalam traskrip fonetik untuk dibandingkan dengan Kamus Oxford yang berisi National American English dan British English. Hal-hal yang tidak selaras dengan kamus Oxford akan tergolong dalam eror.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memang ada eror dalam aspek segmental dan supra-segmental. Eror dalam aspek segmental dibagi menjadi eror dalam konsonan dan vokal. Dalam melafalkan konsonan, eror-erornya adalah: bunyi /v/ kebanyakan difalkan /f/, bunyi /θ/ kebanyakan dilafakan /t/, bunyi /ð/ kebanyakan dilafalkan /d/, bunyi /s/ yang salah pelafalan karena perbedaan tipe biasa (/əs/) dan tipe yang diperkuat (/æz/), bunyi /z/ yang kebanyakan dilafalkan dengan bunyi /s/ karena frekuensi tingkat keseringan melafalkan /z/ itu lebih sedikit daripada /s/, bunyi /r/ kebenyakan dilafakan dengan getaran ujung lidah bukan dengan menggulung lidah, bunyi /k/ diubah menjadi /ʧ/, /s/, dan /t/, bunyi /g/ yang tidak dilafalkan karena dalam bahasa Jawa bentuk “ng” dilafalkan dengan /ŋ/, bukan /ŋg/.
Eror dalam pelafalan bunyi vokal adalah sebagai berikut: eror pada bunyi /i/ mencapai 1% (1 dari 135 bunyi), eror pada bunyi /ɪ/ mencapai 12.8% (23 dari 180 bunyi), eror pada bunyi /u/ mencapai 10% (1 dari 10 bunyi), eror pada bunyi /ʊ/ mencapai 60% (18 dari 30 bunyi), eror pada bunyi /e/ mencapai 18.75% (15 dari 80 bunyi), eror pada bunyi /ə/ mencapai 10.7% (30 dari 280 bunyi), eror pada bunyi /ʌ/ mencapai 17.1% (6 dari 35 bunyi), eror pada bunyi /ɔ/ mencapai 12.5% (5 of 40 sounds), eror pada bunyi /æ/ mencapai 9.2% (6 dari 65 bunyi), dan eror pada bunyi /a/ mencapai 15.4% (17 dari 110 bunyi).
Di dalam aspek supra-segmental, tidak terlalu ada banyak eror. Para partisipan cenderung memanjangkan diftong. Hal ini terjadi karena kebanyakan diftong dalam bahasa inggris itu terdapat dalam satu huruf. Dalam mengintonasikan kalimat, hanya ada satu eror yaitu dalam kalimat “thought the lion”. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada eror di aspek ini disamping kekurangannya dalam keberagaman dalam intonasi. Dalam menekan kata, teks “The Greedy Lion” memiliki 7 kata yang memiliki tekanan di paragraph pertama, 4 kata bertekanan dalam paragraf kedua, 7 kata bertekanan dalam paragraph ke tiga dan ke empat. Jadi ada 25 kata yang memiliki tekanan dalam teks tersebut. Ini menakjubkan karena semua partisipan (kecuali Firjon) menekan pada silabel pada kata-kata tersebut dengan benar. Firjon melakukan eror dalam kata “letting” dengan pelafalan /ˈlɛˈtɪŋ/. Lebih jauh lagi, tidak ada analisis pada penadaan karena Bahasa Inggris bukan tonal language.
Ada beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Dalam aspek segmental, ada beberapa bunyi yang tidak tercakup dalam penelitian ini karena ketidaklengkapan bunyi dalam teks. Bunyi-bunyi itu adalah Ʒ/, /tʃ/, /dƷ/, /j/, /Ɂ/, dan /o/. Dalam aspek supra-segmental, kekurangannya ada pada intonasi karena tidak ada referensi sempurna untuk menjadi acuan dalam intonasi kalimat. Oleh karena itu, saya menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengambil teks yang terdiri dari bunyi yang lengkap dan pengukuran yang benar dalam intonasi. Di samping itu, saya menyarankan kepada semua pembaca agar mengembangkan semua yang berhubungan dengan profesi pembaca. Untuk guru bahasa Inggris, menulis kata dalam bahasa Inggris harus dengan transkrip fonetik untuk meminimalisir kesalahan pelafalan. Untuk pegiat kurikulum, buku dalam hard dan soft copy harus dicetak dengan traskrip fonetik atau bahkan mengembangkan aplikasi bagi peserta didik. Kata Kunci: Eror, Fitur Segmental, Fitur Supra-segmental, Bahasa Jawa, dan Penutur Bahasa Jawa | en_US |