Iddah dan Ihdad Bagi Perempuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Analisis Perspektif Gender)

Show simple item record

dc.contributor.author Wahdah, Fina Maulani
dc.date.accessioned 2022-01-26T02:54:53Z
dc.date.available 2022-01-26T02:54:53Z
dc.date.issued 2021-07-13
dc.identifier.uri http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/3091
dc.description.abstract Kata Kunci : Iddah, Ihdad, Hukum Islam, Hukum Positif, Gender. Skripsi ini menjelaskan mengenai pemahaman hukum Iddah dan Ihdad dalam Al-Qur’an dan Hadist serta Hukum Positif. Dalam hal ini istri yang ditinggal mati suaminya harus melaksakan Iddah dan Ihdad, selama seratus tiga puluh hari, guna untuk menghormati kepergian suaminya, istri harus menahan diri dari hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah. Tujuan dibuatnya Skripsi ini adalah untuk memahami ketentuan Iddah dan Ihdad dalam Hukum Islam dan Hukum Positif dengan menggunakan Analasis Gender. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif jenis kepustakaan. Mekanisme pengumpulan data diperoleh dan dikumpulkan melalui data primer, berupa pasal-pasal yang memuat Iddah dan Ihdad yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan kajian-kajian kitab Fiqih klasik dan kontemporer. Serta data sekunder berupa buku ataupun jurnal, karya ilmiah, artikel serta internet, yang literaturnya relevan dengan penelitian ini. Hasil temuan dari penelitian ini adalah, Perempuan yang ditinggal mati suaminya diwajibkan untuk beriddah serta ihdad. Dari definisi Iddah menurut pala ulama’ adalah masa tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suaminya atau putus perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan atau dengan melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah, maupun berbela sungkawa atas kematian suaminya, selama masa tersebut perempuan (isteri) dilarang menikah dengan laki-laki lain. Hal ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, Hadist, dan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. banyak perbedaan pendapat dari ulama-ulama Fiqih tentang masalah Iddah dan Ihdad, akan tetapi sebagian besar berpendapat masa Iddah yang harus dijalani oleh istri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan sepuluh hari. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah, Larangan Perempuan yang sedang menjalankan masa Iddah dan Ihdad adalah haram menikah dengan laki-laki lain, diharamkan keluar rumah kecuali karena alasan yang mendesak, wajib melakukan Ihdad bagi perempuan yang sedang beriddah. Dalam hukum islam masa Iddah bagi seorang istri adalah empat bulan sepuluh hari. Sedangkan Iddah dan Ihdad bagi laki-laki disebutkan dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Kompilasi Hukum Islam (2011) pada Bab XIX pasal 170 ayat (2) disebutkan bahwa “Suami yang ditinggal mati oleh istrinya, melakukan masa berkabung menurut kepatutan”.  en_US
dc.language.iso other en_US
dc.publisher Universitas Islam Malang en_US
dc.subject Iddah en_US
dc.subject Ihdad en_US
dc.subject Hukum Islam en_US
dc.subject Hukum Positif en_US
dc.subject Gender en_US
dc.title Iddah dan Ihdad Bagi Perempuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Analisis Perspektif Gender) en_US
dc.type Other en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Kolom Pencarian


Browse

My Account