Show simple item record

dc.contributor.authorHidayat, Rizal
dc.date.accessioned2022-07-14T04:46:33Z
dc.date.available2022-07-14T04:46:33Z
dc.date.issued2021-09-13
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/4323
dc.description.abstractPada Skripsi Ini, Penulis mengangkat permasalahan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Hak Kowitendo Atas Tanah DiTinjau Dari Perspektif Hukum Adat (Studi Kasus Desa Watorumbe Bata, Kecamatan Mawasangka Tengah). Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi dengan adanya sengketa hak milik atas tanah yang terjadi di Desa Watorumbe Bata, Kecamatan Mawasangka Tengah, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, baik itu antara sesama masyarakat maupun dengan pemerintah. Bahwa masyarakat yang besengketa menuntut hak-haknya atas tanah yang dipersengketakan tersebut kepada tokoh adat dan pemerintah supaya agar di proses secara kekeluargaan. Berdasarkan Latar Belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan masaalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Proses penyelesaian sengketa hak milik melalui mediasi secara adat di masyarakat Adat Watorumbe Bata? 2. Apa hambatan atau kendala dalam penyelesaian sengketa hak milik di masyarakat Adat Watorumbe Bata? Penelitian ini merupakan penelitian bersifat yuridis empiris, dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Selanjutnya data yang telah ada di kumpulakan dianalisis secara kualitatif, dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: Penyelesaian sengketa tanah menurut hukum adat yang biasa digunakan oleh masyarakat Watorumbe Bata adalah penyelesaian sengketa secara alternatif dengan sebutan “Dogau”. Cara ini dipilih dengan alasan bahwa sudah menjadi kebiasaan, biayanya murah karena terkait dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Penyelesaian dengan cara “uang sirih” biasanya digunakan apabila terjadi sengketa dalam hal tanah ulayat dengan perusahaan tambang yang digugat oleh masyarakat adat Watorumbe Bata. Sedangkan penyelesaian antara masyarakat sendiri ataupun pihak-pihak di luar anggota masyarakat hukum adat Watorumbe Bata yaitu dengan pendekatan sosial budaya melalui musyawarah yang biasanya dilakukan oleh masyarakat hukum adat Watorumbe Bata dalam menyelesaikan sengketa tanahnya melalui non litigasi (Dogau) dengan melibatkan Para Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Fungsionaris Pemerintah (Tiga Tungku). Tata cara “Dogau” dilakukan dengan cara upacara adat yaitu dengan sebutan“Katutuha”en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectHak Miliken_US
dc.subjectSengketaen_US
dc.titleMediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Hak Kowitendo Atas Tanah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Adat (Studi Kasus Desa Watorumbe Bata, Kecamatan Mawasangka Tengah, Kabupaten Buton Tengah)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record