Show simple item record

dc.contributor.authorSukman
dc.date.accessioned2022-08-09T01:58:40Z
dc.date.available2022-08-09T01:58:40Z
dc.date.issued2021-12-13
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/4789
dc.description.abstractPada skripsi ini Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan tentang Kekuatan Pembuktian Saksi De Auditu Dalam Perspektif Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh banyaknya permasalahan dalam proses peradilan pidana, terutama terkait proses pembuktian dalam sistem pembuktian. Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut; 1. Bagaimana hukum acara pidana mengatur tentang saksi de auditu? Dan 2. Bagaimana kekuatan mengikat keterangan saksi de auditu dalam persidangan? Penelitian ini merupakan Jenis Penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Pengumpulan sumber bahan hukum melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Selanjutnya pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan dengan kegiatan studi kepustakaan dengan cara membaca dan menelaah buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian dan dokumentasi, selanjutnya dilakukan analisis bahan hukum dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini, bahwa siapapun yang ingin dihadirkan oleh terdakwa melalui penasihat hukumnya dan jaksa penuntut umum, di pengadilan untuk memberikan keterangannya harus diterima dahulu oleh hakim, walaupun orang yang memberikan keterangannya itu tidak melihat secara langsung terkait tindak pidana tersebut. Saksi bukan semata-mata siapa yang melihat, mendengar dan merasakan langsung tindak pidana, melainkan saksi harus diterima perluasa maknya oleh Mahkamah Konstitusi yaitu relevansi yang disampaikan oleh saksi itulah yang perlu untuk dipahami. Apapun yang disampaikan oleh saksi wajib untuk didengarkan secara seksama semasih yang disampaikan relevan dengan tindak pidana yang terjadi dan itu bisa menjadi bahan pertimbangan hakim melalui petunjuk saksi tersebut. Saksi testimonium de auditu memang tidak termasuk dalam definisi saksi, tetapi setelah Mahkamah Konstitusi memperluas makna saksi maka siapaun yang berperkara dan siapapun saksi yang dihadirkan harus didengarkan, asalkan yang disampaikan mempunyai korelasi dengan tindak pidana yang ada.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectAlat Bukti Saksien_US
dc.subjectSaksi De Audituen_US
dc.titleKekuatan Pembuktian Saksi De Auditu Dalam Perspektif Hukum Acara Pidana Di Indonesiaen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record