Show simple item record

dc.contributor.authorSaikhu, Mukhammad
dc.date.accessioned2020-11-20T06:09:25Z
dc.date.available2020-11-20T06:09:25Z
dc.date.issued2020-07-03
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/487
dc.description.abstractPenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba menjadi permasalahan serius hampir di setiap Negara, tidak terkecuali di Indonesia. Karena kenyataan menunjukkan bahwa jumlah Pecandu di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Hal ini tentunya harus mendapatkan penanganan yang lebih serius dari semua komponen, baik pemerintah maupun swasta. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Penyalahguna Narkotika wajib direhabilitasi, yang diperkuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang penempatan Penyalahguna, bahwa Korban Penyalahguna dan Pecandu Narkotika ditempatkan ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur double track system pemidanaan, yaitu hakim dapat memutuskan hukuman pidana penjara dan dapat memutuskan tindakan rehabilitasi bagi Penyalahguna Narkotika. Hakim berperan sangat penting sesuai amanat Undang Undang untuk melakukan dekriminalisasi sehingga permintaan berkurang. Langkah ini bisa mengurangi suplai yang berdampak pada penanggulangan masalah Narkoba di Indonesia. Implementasi dekriminalisasi Penyalahguna Narkotika di Indonesia masih terkendala adanya perbedaan penafsiran hukum tentang unsur “ tanpa hak atau melawan hukum” budaya hukum, dan pemahaman terhadap tujuan Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika terhadap Penyalahguna Narkotika. Akibatnya, Penyalahguna Narkotikadikonstruksi dengan pasal di luar pasal pengguna (Pasal 127) yang berorientasi pada bukan tindakan rehabilitasi. Padahal sudah jelas disebutkan dalam Pasal 4 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa tujuannya untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi Penyalahguna dan Pecandu Narkotika. Namun fakta di lapangan para Penyalahguna dan Pecandu Narkotika dihukum penjara. Untuk memfungsikan pelaksanaan dekriminalisasi Penyalahguna Narkotika di Indonesia agar negeri kita bebas Narkoba, berdasarkan Peraturan Bersama 7 Lembaga/Kementerian tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi, disarankan pembentukan Tim Asesmen Terpadu yang beranggotakan terdiri dari Tim Dokter yang meliputi Dokter dan Psikolog dan Tim Hukum terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaaan dan Kementerian Hukum dan HAM yang mempunyai tugas melakukan asesmen dan analisis aspek hukum dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan Penyalahgunaan Narkotika dan melakukan asesmen dan analisa aspek medis, psikososial, serta merekomendasi rencan aterapi dan rehabilitasi seseorang. Tim Asesmen Terpadu berwenang untuk menentukan peran tersangka yang tertangkap tangan atas permintaan penyidik POLRI dan BNN menentukan kriteria Pecandu sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, kondisi ketika ditangkap dan tempat mengkonsumsi serta kondisi situasi ekonomi, serta menentukan rencana terapi dan jangka waktu Penyalahguna direhabilitasi. Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu ini bisa menjadi keterangan ahli dalam berkas perkara.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectNarkotikaen_US
dc.subjectPenyalahgunaanen_US
dc.subjectDekriminalisasien_US
dc.subjectNarcoticsen_US
dc.subjectAbuse Ofen_US
dc.titleDekriminalisasi bagi Penyalahguna, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotikaen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record