Show simple item record

dc.contributor.authorSahudi
dc.date.accessioned2022-08-25T05:48:40Z
dc.date.available2022-08-25T05:48:40Z
dc.date.issued2022-07-06
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/5079
dc.description.abstractBahasa merupakan cermin keperibadian seseorang. Bahkan, bahasa merupakan cermin keperibadian bangsa. Artinya melalui bahasa (yang digunakan) seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui keperibadiannya. Kita akan sulit mengukur apakah seseorang memiliki keperibadian baik atau buruk jika mereka tidak mengungkapkan pikiran atau perasaanya melalui tindak bahasa (baik verbal maupun nonverbal). Bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan, sedangkan bahasa noverbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak gerik tubuh, sikap, atau perilaku. Memang, pemakaian bahasa yang mudah dilihat atau diamati adalah bahasa verbal berupa kata-kata atau ujaran. Namun, di samping itu terdapat pula bahasa nonverbal berupa mimik, gerak gerik tubuh, sikap, atau perilaku yang mendukung pengungkapan keperibadian seseorang. Ungkapan keperibadian seseorang yang perlu di kembangkan adalah ungkapan keperibadian yang baik, benar dan santun sehingga mencerminkan budi halus dan pekerti luhur seseorang. Budi halus dan pekerti luhur merupakan tolok ukur keperibadian baik seseorang. Sebenarnya, setiap orang mengharapkan agar sikap, perilaku, ujaran, tulisan, maupun penampilan dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan kesantunan berbahasa. Dengan kata lain, setiap setiap orang ingin memiliki keperibadian yang baik, benar, dan santun ( budi halus, pekerti luhur). Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur merupakan masyarakat yang timbul karena rapatnya komunikasi atau integrasi simbolis, dengan tetap menghormati kemampuan komunikatif penuturnya tanpa mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan. Agar tujuan penyampaian informasi itu dapat tersampaikan, mitra tutur harus memahami apa makna yang ingin disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu, dibutuhkan pragmatik agar bahasa atau informasi yang disampaikan penutur dapat diterima oleh mitra tutur. Di dalam ilmu pragmatik, bahasa diteliti tidak lepas dan harus sesuai dengan konteks bahasa yang dimaksud. Levinson (dalam Mazuqi, 2016:6) mendefinisikan pragmatik sebagai (1) kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di sini, pengertian/pemahaman bahasa merujuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya, dan (2) kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I, yang dikenal dengan sebutan PPRU I merupakan pesantren yang didirikan di desa Ganjaran Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang pada tahun 1949 M/1368 H. Oleh KH. Yahya syabrowi sebagai muassis (pendiri) sekaligus pengasuh pertama. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Sumber Ilmu nomor 127 desa Ganjaran kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Layaknya lembaga pendidikan pesantren lainnya, Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 di bangun atas dasar taqwa, dan sampai saat ini, telah menampung kurang lebih 470 santri putra, dan 450 santri putri, yang berasal dari berbgai propinsi di Indonesia, seperti dari seluruh daerah jawa timur, madura, jawa barat, jawa tengah, kalimantan barat, kalimantan tengah, kalimantan selatan, lombok sampai papua.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectPondok Pesantren Raudlatul Ulum Ien_US
dc.subjectKesantunanen_US
dc.titleKesantunan Berbahasa Di Lingkungan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang.en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record