dc.description.abstract | Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasaahan eksistensi Dewan
Pengawas KPK dalam hubungannya dengan pelemahan KPK. Pilihan tema
tersebut dilatarbelakangi oleh terbentuknya Dewan Pengawas KPK yang memberi
atribusi pengawasan dan perijinan penyadapan, penyitaan dan penggeledahan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana eksistensi Dewan Pengawas KPK menurut
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002? 2. Apa dampak atas diberlakukannya UndangUndang Nomor 19 Tahun 2019 terhadap KPK setelah adanya Dewan Pengawas?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan
perbandingan. Bahan hukum yang digunakan ada bahan hukum primer, skunder
dan tersier.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019 telah memberikan atribusi kepada pengawas berupa tugas
pengawasan dan wewenang memberi izin atau tindak memberi izin atas rencana
penyadapan, yang akan dilakukan oleh KPK. Pemberian atribusi tersebut dinilai
terlalu berlebihan mengingat kewenangan memberikan izin penyadapan
merupakan kewenangan pro justisia yang tidak lazim diberikan kepada organ
pengawas.
Pemberian atribusi kewenangan tersebut sangat memperkuat eksistensi
Dewan Pengawas, di saat yang sama serta melemahnya efektivitas KPK dalam
penindakan karena instrumen penyadapan merupakan salah satu alat bagi KPK
untuk membongkar praktik kejahatan korupsi, utamanya pada operasi tangkap
tangan (OTT) selama ini. Selain itu dengan adanya rezim perizinan, informasi
rawan bocor sehingga mengganggu efektivitas penindakan KPK. Hal lain yang
melemahkan KPK adalah dipilihya ketua dan anggota Dewan Pengawas oleh
Presiden Republik Indonesia. karena berpotensi rawan intervensi dari kekuasaan. | en_US |