dc.description.abstract | Latar Belakang : Dalam UUD 1945 pasal 18 B, UU No.21 Tahun 2001 Tentang
Otonomi khusus bagi Propinsi Papua dan Perdasus Nomor 20 Tahun 2008
Tentang Peradilan Adat di Papua serta Perda Kabupaten Jayapura No. 8 Tahun
2016 tentang Kampung Adat, diakui adanya Peradilan Adat bagi masyarakat
hukum adat di Papua. Saat ini banyak sengketa tanah adat baik antara sesama
masyarakat adat, masyarakat adat dengan Non adat, dan masyarakat adat dengan
pemerintah di wilayah Sentani yang diselesaikan melalui peradilan adat, karena
dipandang lebih adil, cepat dan relatif murah. Tujuan Penelitian : untuk
mengetahui dan menganalisis sistem peradilan adat di lembaga adat, penyelesaian
Sengketa tanah adat melalui peradilan adat dan kekuatan hukum putusan peradilan
adat di Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura dalam menjamin kepastian
hukum. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah Yuridis sosiologis dengan
pendekatan budaya hukum, lokasi penelitian di distrik Sentani Timur. jenis dan
Sumber data: data sekunder diambil dari perundang-undangan, peraturan daerah,
buku dan jurnal tentang peradilan adat, sedang data primer diperoleh dari
wawancara, observasi dan dokumentasi, serta dianalisis secara kualitatif. Hasil
penelitian menunjukan bahwa sistem peradilan adat Sentani Timur dibentuk
berdasarkan musyawarah dan persetujuan masyarakat adat, berasaskan
perdamaian dan musyawarah, dipimpin oleh ondofolo besar dibantu abu afa
sebagai sekretaris dan fungsionaris peradilan (ahli hukum dan sejarah tanah adat)
dan bukan bagian peradilan negara. Tahapan Penyelesaian Sengketa tanah adat di
peradilan adat adalah, 1) Musyawarah tingkat kampung, Jika tidak menemukan
solusi maka akan dilanjutkan ke peradilan adat distrik sentani timur. 2) Proses
penyelesaian sengketa di Peradilan Adat distrik Sentani dimulai dari, a) Laporan
pihak yang tidak puas b) Pemanggilan para pihak dan saksi. c) Musyawarah dan
mediasi. Kekuatan Hukum Putusan peradilan adat di Distrik Sentani Timur
memiliki kekuatan hukum sangat kuat, karena tidak bisa dibatalkan oleh
Peradilan Negara, berdasarkan pasal 76 ayat (1) KUHP, yurisprudensi Mahkamah
Agung Nomor: 1644 K/Pid/1988, tanggal 15 Mei 1991 yang menyatakan bahwa
seseorang yang telah dijatuhi hukuman oleh hakim Indonesia (termasuk hakim
adat) di daerah tersebut tidak dapat diajukan lagi sebagai terdakwa dengan
dakwaan yang sama. dan nomor 340/K/Sip/1958 tahun 1958 yang menyatakan
bahwa pengadilan Negeri tidak dapat membatalkan putusan desa karena bukan
wewenang hakim negeri. | en_US |