dc.description.abstract | Kedudukan hukum akte otentik yang dbuat oleh notaris, bahwa akte
otentik yang dibuat notaris secara yuridis adalah mengandung: pertama,
kemampuan lahiriah (uitwendige bewijskracht) dimana akta notaris merupakan
kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta
otentik (acta publica probant seseipsa) serta sesuai dengan aturan hukum yang
sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, sehingga akta tersebut berlaku
sebagai akta otentik sampai terbukti sebaliknya, kedua, kemampuan Formal
(formele bewijskracht), akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu
kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau
diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam
akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta,
ketiga, akta yang dibuat oleh notaris mempunyai nilai kekuatan dalam beberapa
hal, yakni pembuktian material (materiele bewijskracht), adalah tentang
kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut
dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang
membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum kecuali
ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Dengan demikian, akta autentik
merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis
dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yatiu akta tersebut dianggap
sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat
membuktikan sebaliknya
Kedudukan akta otentik yang dikeluarkan atau dibuat oleh notaris
mempunyai kekuatan hukum yang mengandung kepastian hukum terhadap
pembuktian tindak pidana pemalsuan. Dalam hal alat bukti, akta otentik yang
dikeluarkan notaris ini berkedudukan sebagai alat bukti surat. Jika akta
otentiknya dipalsukan, maka ia dapat menjadi salah satu alat bukti yang bisa
digunakan menjerat (mempertanggunjawabkan) pelakunya. Jika notarisnya
terlibat dalam hal terjadinya tindak pidana pemalsuan akta, maka notaris ini
juga dapat dijerat dengan pertanggungjawaban sebagai pihak yang melakukan
pelanggaran hukum. Akta yang dipalsukan ini termasuk alat bukti surat
sebagaimana diatur dalam 184 ayat 1 UU Nomr 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa alat bukti
yang sah ialah : 1. keterangan saksi; 2. keterangan ahli; 3. surat, 4. petunjuk;
dan 5. keterangan terdakwa. | en_US |