dc.description.abstract | Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Pertanggungjawaban pidana
Pengidap Skizofrenia Sebagai Pelaku Pembunuhan dalam Perspektif Kriminologi
yang mana pengangkatan permasalahan tersebut dilatarbelakangi oleh dari berbagai
perkara pembunuhan di Indonesia terdapat perkara pembunuhan yang dilakukan
oleh pengidap gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia. Pada regulasinya telah diatur
bahwa pengidap gangguan jiwa tidak dapat dipidana karena kecacatan jiwanya.
Namun, masih banyak perkara pembunuhan yang dilakukan pengidap skizofrenia
akan tetapi tetap dipidana. Sehingga perlu adanya pengkajian kriminologi terkait
alasan seorang pengidap skizofrenia hingga melakukan tindak pidana.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian
dengan rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi pelaku
pembunuhan yang mengidap skizofrenia?; dan 2. Bagaimana pendekatan
kriminologi terhadap pertanggungjawaban pidana pengidap skizofrenia yang
melakukan pembunuhan?. Penulis melaukan penelitian ini dengan menggunakan
penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kasus,
pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Dengan melakukan
pengumpulan bahan hukum melalui studi literatur dengan bahwan hukum primer,
sekunder, dan tersier penulis menganalisis dengan menggunakan teknik deskriptif.
Hasil dari dilakukannya penelitian ini adalah, Pengidap skizofrenia yang
melakukan tindak pidana pembunuhan sudah seharusnya dilindungi, hal ini
berkaitan dengan kondisi psikis pengidap skizofrenia yang pada hakekatnya
mengalami kecacatan berpikir sehingga mempengaruhi cara dia dalam menanggapi
suatu hal. Terkait perlindungan bagi pengidap skizofrenia yang merupakan
termausk dalam kategori ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), diatur dalam
Pasal 70 ayat (1) huruf (f) dan (g) pada UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa.
Pada perkara pembunuhan yang dilakukan oleh pengidap skizofrenia, dengan
pendekatan teori psikoanalisis kriminologi memandang sebuah kejahatan terjadi
karena diakibatkan oleh kecacatat jiwaan dalam diri pelaku sehingga
mempengaruhi penerimaan informasi pada otak dan menimbulkan tindak pidana
pembunuhan. Pelaku pembunuhan yang mengidap gangguan jiwa berat sejenis
skizofrenia secara regulasi dan pendapat ahli tidak dapat dipidana karena berkaitan
dengan ketentuan dalam Pasal 44 KUHP yang mengatakan bahwa seseorang yang
mengalami cacat jiwa maka baginya tidak dapat dipidana, namun bagi hakim dapat
memberikan perintah untuk memasukkannya ke RSJ sebagai masa percobaan satu
tahun lamanya. | en_US |