Show simple item record

dc.contributor.authorFitriyah
dc.date.accessioned2023-06-06T01:38:27Z
dc.date.available2023-06-06T01:38:27Z
dc.date.issued2023-01-11
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/7337
dc.description.abstractPutusan Mahkamah Konstitusi No. 46/ PU-U-VIII/ 2010 tentang pengujian pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menghadirkan putusan bahwa status anak luar nikah nasabnya atau hubungan keperdatannya mengikuti ayah biologis dan keluarganya selama dapat dibuktikan dengan teknologi ilmu pengetahuan dan/atau bukti lainnya. Putusan Mahkamah konstitusi ini didasarkan atas keadilaan, bahwa manusia dihadapan hukum mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Jadi anak hasil luar nikah dan anak sah mempunyai porsi yang sama di mata hukum. Lahirnya putusan tersebut berawal dari pengajuan yang dilakukan oleh seorang ibu yang bernama Aisyah Mochtar (Machica) kepada MK untuk memberikan status kepada anaknya yang lahir dari pernikahan yang tidak diakui negara (pernikahan siri secara agama), agar dapat diakui secara hukum dan Negara,1 dan ikatan keperdataan anaknya dapat dinasabkan kepada bapaknya, Moerdiono. Adanya putusan MK tersebut memberikan banyak respon dari masyarakat, terutama dari lembaga MUI. Pada tahun 2012 MUI mengeluarkan fatwa Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya, selain sebagai respon terhadap lahirnya putusan MK memberikan legalitas keperdataan terhadap anak luar nikah dengan pihak bapak dan keluarga bapaknya dengan syarat tertentu. hal tersebut memicu masyarakat mengenai kedudukan anak hasil zina, terutama terkait dengan hubungan nasab, waris, nafkah, dan wali nikah dari anak tersebut dengan laki-laki yang mengakibatkan kelahirannya dalam hukum Islam, fatwa MUI ini juga lahir dikarenakan dalam realitas masyarakat, anak yang lahir di luar pernikahan, seringkali ditelantarkan oleh laki-laki yang menyebabkan kelahirannya, karena ia lari dari tanggungjawabnya untuk menfkahi dan mencukupi kebutuhan dasarnya. menjaga keturunan adalah sebuah kewajiban bagi setiap orang, karena ia menjadi salah satu faktor berlangsungnya kehidupan seterusnya. Maqashid syari‟ah al-khamsah yang menjadikan maslahah sebagai tujuan utamanya, memiliki lima prinsip dasar, salah satunya menjaga keturunan. Lanats bagaiamana pandangan Maqashid syari‟ah al-Khamsah terkait fatwa MUI dan Putusan MK tersebut? Penelitian ini merupakpan penelitian normative yang meneliti dan mengkaji norma hukum Islam yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan yang terkait dengan status anak luar nikah, dengan menggunakan pendekatan studi perundang-undangan dan studi perbandingan. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan MK No. 46/PUUVIII/ 2010 tentang status anak di luar nikah, sangat erat pembahasannya dengan konsep al-dharuriyat, dalam maqashid syariah yaitu hifdz nafs karena memberikan prlindungan hak bagi jiwa seorang anak dengan dipenuhi kebutuhannya. Sedangkan dalam konsep prinsip hifdz nashl maqashid syari‟ah keturunan yang sah adalah anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah secara agama.. Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Status Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya telah sesuai dengan maqasid syari‟ah, khususnya pada poin hifdz nashl, karena dari awal maqasid syari‟ah menyatakan menetapkan bahwa nasab seorang anak kepada orang tuanya adalah yang anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah. Selain itu fatwa tersebut juga sesuai dengan maqasid syari‟ah dalam hifdz nafs yaitu dengan diwajibkannya bagi laki-laki yang mengakibatkan eklahirannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sang anak dan memberikan harta yang dimiliki melalui wasiat wajibah. Dapat disimpulkan bahwa Putusan MK dan Fatwa MUI terkait status anak luar nikah dilihat dari perspektif Maqashid Syari‟ah al-Khamsah memiliki persamaan dalam prinsip hifdz an-Nafs yaitu memberikan kewajiban dan ta‟zir kepada laki-laki yang mengakibatkan kelahirannya untuk memenuhi kebutuhan sang anak, sehingga ia dapat menjalankan kehidupan sebagaimana anak pada umumnya. Sedangkan dalam prinsip hifdz an-Nashl, dalam Putusan MK memiliki dua pernyataan yaitu: sesuai dengan Maqashid Syari‟ah al-Khamsah apabila anak yang dilahirkan berasal dari ikatan pernikahan yang sah secara agama, namun sebaliknya apabila ia lahir di luar perninakhan yang sah, amka putusan tersebut tidak sesuai Maqashid Syari‟ah al-Khamsah. beberda halnya dengan Fatwa MUI yang dinilai bahwa fatwa tersebut telah sesuai dengan Maqashid Syari‟ah al Khamsahen_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectStatus Anak luar Nikahen_US
dc.subjectPutusan MKen_US
dc.titleAnalisa Putusan Mk No. 46/Puu-Viii/2n010 Tentang Status Anak Di Luar Nikah Dan Fatwa Mui No. 11 Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Hasil Zina Dan Perlakuan Terhadapnya Dalam Perspektif Maqashid Syari’ah Al-Khamsahen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record