Show simple item record

dc.contributor.authorHidayati, Baiq Annisa Agna
dc.date.accessioned2023-07-24T08:08:47Z
dc.date.available2023-07-24T08:08:47Z
dc.date.issued2023-06-17
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/7573
dc.description.abstractWali di dalam sebuah pernikahan yaitu salah satu rukun nikah yang harus terpenuhi, jikalau tidak adanya wali maka pernikahan tersebut dianggap batal atau tidak sah. Dalam PMA Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 12 ayat 5 dijelaskan bahwa apabila wali tidak bisa menghadiri akad nikah, maka diharuskan untuk membuat surat Taukil wali dengan disaksikan oleh dua orang saksi dan juga dihadapan Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN LN sesuai dengan dimana wali itu berada. Hal yang mengakibatkan seorang wali tidak dapat menghadiri akad nikah adalah keberadaan wali jauh di tempat lokasi akad nikah, wali bekerja di luat kota, keadaan wali dengan keadaan tidak sehat (sakit), wali tidak dapat di hubungi karena kendala sinyal dimana wali berada. Dengan adanya permasalahan-permasalahan ini, maka peneliti mengangkat permasalahan yang terjadi mengenai Taukil wali sebagaimana sudah dijelaskan dalam PMA Nomor 20 Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang berasal dari masalah masalah sosial atau kemanusiaan (Nugrahani, 2014:25). Dari penelitian ini menghasilkan data berupa pandangan serta penerapan dari PMA Nomor 20 Tahun 2019. Sedangkan data yang digunakan adalah data primer dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala KUA Praya Barat Daya dan para informan taukil wali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Konsep dan aturan taukil wali dalam Peraturan Mentri Agama Nomor 20 Tahun 2019 sudah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Peraturan Mentri Agama tersebut, yang mana jikalau seorang wali nasab yang tidak bisa menghadiri akad pernikahan calon mempelai perempuan maka diharuskan untuk membuat surat penandatanganan taukil wali dengan disaksikan dua orang saksi, dan juga dihadapan Kepala KUA domisili/wilayah wali tinggal. Hal ini dilatarbelakangi dengan beberapa alasan (udzur). Peran Kepala KUA dalam problem taukil wali karena jarak jauh dan sakit adalah dengan menjadi wali hakim dan ini sesuai dengan Peraturan Mentri Agama RI Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim, menyatakan bahwa pasal 1 ayat (2) wali hakim adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang ditunjuk oleh Menteri Agama untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai Wanita yang tidak mempunyai wali. Kata Kunci : Implementasi, Taukil Wali, Wali Nasab, KUAen_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectImplementasien_US
dc.subjectTaukil Walien_US
dc.subjectWali Nasaben_US
dc.subjectKUAen_US
dc.titleProblem Implementasi Taukil Wali Sebab Wali Berada di Tempat Jauh (Studi Pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah, NTB)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record