dc.description.abstract | Kekerasan dalam rumah tangga dapat dimaknai dalam bentuk
penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan (fisik, psikis, emosional,
seksual, penelantaran) yang dilakukan untuk mengendalikan pasangan atau
anggota keluarga yang menetap didalam suatu lingkup rumah tangga. Secara
normatif keluarga bertujuan untuk memberikan rasa aman pada setiap
anggotanya sebagaimana fungsi keluarga. Berdasarkan uraian diatas penulis
merumuskan masalah yang pertama Bagaimana Modus Operandi Yang
dilakukan Oleh Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga dari Putusan Hakim
Perkara Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr dan yang kedua Bagaimana Dasar
Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN
Jmr.
Metode Penelitian dalam Penulisan ini diantaranya adalah Jenis
Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normative,
Pendekatan Penelitian menggunakan Pendekatan Perundang-undangan,
Sumber Bahan Hukum disini bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tertierTeknik Pengumpulan Bahan Hukum yang bersifat
Studi Dokumen, Dan Teknik Analisa Bahan Hukum.
Terdakwa dalam melakukan tindak pidananya Bahwa peristiwa tersebut
berawal ketika korban berusaha membangunkan terdakwa yang sedang tidur,
tujuannya untuk meminta bantuan memasang bilik bambu di dapur namun
terdakwa tidak kunjung bangun dan membantu korban, korban yang kesal
lalu menegur terdakwa dengan nada keras. Terdakwa Melakukan Kekerasan
menggunakan tangan kosong yang dimana termasuk dalam kekerasan
menyerang tubuh dan nyawa. Hakim kurang mempertimbangkan asas
legalitas yang ada dalam kasus tersebut. Sebab pada pasal 44 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (PKDRT), Namun Hakim dapat mengabaikan jika
keyakinan pidana minimum masih dirasa terlalu berat. Apabila kepastian dan
keadilan hukum belum didapat.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah Berdasakan dari hasil penelitian dan
pembahasan bahwa kejahatan kekerasan dalam rumah tangga dominan
kekerasan terhadap isteri dengan jenis kekerasan yang menyerah tubuh dan
nyawa (kekerasan fisik), yang kedua dalam putusan ini hakim tidak
mempertimbangkan asas legalitas yang dimana hakim memutus perkara ini
melebihi batas maksimal ancaman pidana. | en_US |