dc.description.abstract | Uang panai’ yang tinggi menyebabkan banyaknya laki-laki stress dan cemas serta hidup melajang karena ketidaksanggupan dalam memenuhi uang panai’. Majelis ulama indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan kebijakan terkait dengan budaya uang panai’ yang tertuang dalam fatwa MUI Provinsi Sulawesi Selatan No. 2 Tahun 2022. Sehingga diperlukan pengkajian terhadap fatwa tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Maka dari itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui tentang latar belakang dikeluarkannya fatwa tersebut, metode istinbath hukum yang digunakan dan analisis fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan No. 2 Tahun 2022 terhadap uang panai’.
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan studi kepustakaan (library research), dengan pendekatan deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan teori-teori dan menggambarkan fakta-fakta yang berkaitan antara permasalahan dengan fenomena yang terjadi saat ini dengan akurat. Sumber data primer dalam penelitian ini langsung dari salinan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan No. 2 Tahun 2022 tentang uang panai, dan sumber sekundernya berasal dari berbagai literatur seperti buku, jurnal/artikel, skripsi, internet/website dan lain sebagainya.
Dikeluarkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan No. 2 Tahun 2022 tentang uang panai’ ini dilatarbelakangi oleh berbagai pertimbangan dari komisi fatwa MUI Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu dikarenakan terjadinya pergeseran makna uang panai’ yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada keluarga mempelai wanita, sekarang menjadi ajang prestise dan pamer serta pembohongan publik ditengah masyarakat, sebagian masyarakat menjadikan anak perempuan sebagai komoditas untuk mendapatkan uang panai’ yang setinggi-tingginya, menjadikan uang panai’ yang derajatnya sebagai pelengkap (tahsiniyat) menjadi hal yang paling utama (dharuriyat) dalam perkawinan dibandingkan dengan mahar yang hukumnya adalah wajib, menjadikan uang panai’ sebagai penentu realisasi sebuah perkawinan dibandingkan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Dalam hal persoalan ini menjadi tugas MUI Provinsi Sulawesi Selatan sebagai pemberi fatwa untuk memberikan pemahaman serta pedoman kepada masyarakat terkait dengan makna uang panai’.
Metode istinbath hukum yang digunakan Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan dalam menetapkan Fatwa MUI No. 2 Tahun 2022 tentang uang panai’ sesuai dengan Peraturan Organisasi tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI No. 12/PO-MUI/II/2018 yaitu menggunakan ijtihad kolektif dengan menggunakan metode bayani, metode ta’lili atau qiyasi, dan metode istislahi.
Analisis normatif yuridis dalam fatwa uang panai’ ini menggunakan ayat Al-Qur;an, hadist, kaidah ushul fiqh, pendapat para ulama, Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB V tentang mahar dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dan Urf (kebiasaan setempat). Sehingga Pemberian uang panai dalam adat pernikahan suku Bugis-Makassar hukumnya adalah mubah (diperbolehkan) selama tidak menyalahi prinsip syariah dari uang panai’. Adapun dampak positif uang panai’ menurut fatwa MUI Provinsi Sulawesi Selatan No. 2 Tahun 2022, diantaranya sebagai bentuk penghargaan dan memuliakan perempuan, sebagai bentuk komitmen dan rasa tanggung jawab serta keseriusan calon suami menjadi kepala rumah tangga, serta Sebagai bentuk tolong menolong dalam rangka menyambung silaturrahmi. Kemudian dampak negatif uang panai antara lain Menjadikan uang panai’ sebagai ajang pamer dan gengsi serta pembohongan publik, anak perempuan dijadikan sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya, dan menjadikan uang panai’ sebagai penentu realisasi sebuah pernikahan dibandingkan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum Islam.
Kata Kunci : Fatwa, Majelis Ulama Indonesia, Uang Panai’, Pernikahan
| en_US |