Show simple item record

dc.contributor.authorPranata, Sigit Siputra Angga
dc.date.accessioned2020-12-15T03:53:12Z
dc.date.available2020-12-15T03:53:12Z
dc.date.issued2020-07-01
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/882
dc.description.abstractBatas usia minimal perkawinan memang menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Dalam dunia medis, pada usia 16 tahun seorang wanita sedang mengalami masa pubertas, yaitu masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada usia 16 tahun seorang wanita sebenarnya belum siap fisik dan mentalnya untuk menjadi ibu rumah tangga. Namun baru-baru ini DPR mengesahkan revisi UU Perkawinan dan mengubah batas minimal menikah yaitu baik laki-laki dan perempuan samasama harus sudah menginjak usia 19 tahun. Sebelumnya, minimal menikah bagi laki-laki adalah 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Penelitian ini berusaha memahami dan menganalisa tentang perubahan batas usia dalam perkawinan perspektif teori maṣlaḥah Sa’īd Ramaḍān Al-Būṭi dengan fokus kajiannya mencakup: 1) Pandangan hukum Islam tentang batas usia dalam perkawinan. 2) Makna perubahan batas usia dalam perkawinan menurut hukum Islam dan hukum positif. 3) Perubahan batas usia dalam perkawinan menurut teori maṣlaḥah Saīd Ramaḍān al-Būṭi. Penelitian yang digunakan berjenis penelitian kepustakaan dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini sumber data berasal dari sumber data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi dokumen. Dalam penelitian ini, menggunakan pola pikir deduktif yaitu memaparkan teori dari penelitian. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan Pada prinsipnya Islam tidak memberikan batasan pasti berapa umur yang pantas atau umur ideal bagi seseorang untuk melakukan pernikahan. Substansi makna yang terkandung dalam Pasal 7 UU No, 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni perbaikan norma dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita. Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Perspektif teori maṣlaḥah Sa‟īd Ramaḍān al-Būṭi menunjukkan bahwa perbedaan batas usia minimal perkawinan bagi laki-laki dan perempuan dalam Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 merupakan suatu kemaslahatan, karenatelah terpenuhinya lima syarat sesuatu dapat dinilai sebagai maṣlaḥah hakiki, yakni maṣlaḥah harus berada dalam ruang lingkup tujuan syariat tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an, tidak bertentangan dengan Sunnah, tidak bertentangan dengan Qiyas, serta tidak bertentangan dengan maṣlaḥah yang lebih urgen.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectPerubahan Batas Usiaen_US
dc.subjectPerkawinanen_US
dc.titleStudi Tentang Perubahan Batas Usia Dalam Perkawinan (Perspektif Teori Maṣlaḥah Sa’īd Ramaḍān Al-Būṭi).en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record