dc.description.abstract | Penelitien tentang “Pemidanaan Terhadap Orang Yang Melakukan Kumpul
Kebo (Cohabitation) Perspektif Hukum Pidana Indonesia” bertujuan untuk
menganalisis Pengaturan Hukum Terhadap Pelaku Kumpul Kebo (cohabitation),
Menganalisis Perbandingan Kumpul Kebo Menurut KUHP Undang-Undang No.1
Tahun 1946, Undang-Undang No.1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana KUHP dan Undang-Undang No.1 Darurat 1951 tentang Tindakan tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan
Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil, Akibat Hukum Yang Timbul Atas Terjadinya
Kumpul Kebo (cohabitation).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, penelitian yuridis
normatif hakikatnya ialah mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau
kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Jenis pendekatan yang digunakan di
dalam penlitian ini, penulis menggunakan pendekatan terhadap perundang undangan yang dimana menggunakan berbagai aturan-aturan hukum yang akan
menjadi fokus menerapkan tema sesuai penelitin mengenai bagaimana
pemidanaan terhadap orang yang melakukan kumpul kebo (cohabitation)
perspektif hukum pidana Indonesia.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa di dalam pengaturan tidak dijumpai
kebijakan formulasi eksplisit tentang kumpul kebo dalam KUHP Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946. Akan tetapi pengaturan hukum terhadap pelaku kumpul
kebo diatur dalam Pasal 412 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tetapi belum
diberlakukan. Sehingga pengaturan hukum bagi pelaku kumpul kebo
menggunakan Yurisprudensi, akan tetapi hanya daerah tertentu saja yang
menggunakannya. Akibat hukum dari Pasal 412 Setiap Orang yang melakukan
hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Akibat hukum dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b, ditujukan pada kawula-kawula
Swapraja atau masyarakat hukum adat di mana perbuatan pidana tersebut jika
tiada bandingnya di KUHP sipil akan diancam pidana paling lama tiga bulan penjara
akan tetapi, bila hakim berpandangan bahwa hukuman adat tersebut dirasa kurang
karena perbuatannya melampaui ancaman hukuman pengganti tersebut, maka
hakim dapat menjatuhkan pidana paling tinggi 10 tahun penjara dan apabila
perkara pidana yang diperiksa tersebut memiliki persamaan atau bandingnya di
KUHP, maka dapat diancam hukuman sesuai dengan ancaman pidana pada KUHP. | en_US |