dc.description.abstract | Perkawinan merupakan penyatuan lahir dan antara seorang pria dengan seorang wanita yang menjadi suami istri dengan tujuan untuk membangun rumah tangga yang kekal dengan dilandasi keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perkawinan memerlukan kesiapan mental, fisik, finansial, serta kemauan yang kuat untuk hidup bersama pasangan. Usia terkadang digunakan sebagai ukuran kedewasaan dan kematangan mental maupun fisik. Namun dalam Al-Qur’an tidak memiliki Ayat dalam menentukan batas usia untuk kawin. Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batas usia melakukan perkawinan bagi pria dan wanita apabila telah mencapai usia 19 tahun. Apabila usia tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang untuk dapat diakui oleh negara dan agam maka harus mengajukan dispensasi kawin. Pada saat ini masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa pernikahan dini menjadi hal wajar dan lumrah. Maka tidak heran jika banyak pula pengajuan permohonan dispensasi kawin yang masuk di Pengadilan Agama agar pernikahan dini yang dilakukan dapat tercatat oleh negara.
Ketentuan batasan umur dalam melakukan perkawinan menjadi landasan bahwa dengan adanya ketentuan tersebut merupakan suatu upaya Pemerintah dalam mencegah terjadinya pernikahan dini. Dengan banyaknya pengajuan permohonan dispensasi kawin, dapat dilihat di Pengadilan Agama Kabupaten Malang pada tahun 2022 tercatat 1434 perkara. Dimana dengan jumlah perkara tersebut menjadikan Pengadilan Agama Kabupaten Malang menempati angka pernikahan dini tertinggi di Jawa Timur. Dengan banyaknya jumlah angka pengajuan perkara permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang, maka penulis tertarik untuk meninjau lebih lanjut mengenai hal ini. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk dapat mengetahui keefektifan Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam meminimalisir pengajuan permohonan dispensasi kawin pada tahun 2022, karena pernikahan dini sudah menjadi suatu hal yang wajar bagi masyarakat Kabupaten Malang. Dengan demikian, penelitian ini mengambil fokus penelitian mengenai faktor penyebab pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2022, paktik dan kebijakan penerapan pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2022, dan keefektifan Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam meminimalisir pengajuan permohonan dispensasi kawin tahun 2022.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan kasus (case approach). Penelitian hukum empiris ini merupakan suatu bentuk kajian hukum yang mengambil fakta-fakta empiris dari tingkah laku nyata manusia, baik tingkah laku yang diamati melalui observasi langsung maupun tingkah laku lisan yang diperoleh dari wawancara. Sedangkan pendekatan kasus (case approach) merupakan pendekatan pada penelitian berdasar pada kejadian yang sudah terjadi. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder, dimana sumber data primer pada penelitian ini diperoleh langsung oleh peneliti di lapangan melalui responden sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen. Untuk teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumen. Dan pada penelitian ini langkah-langkah untuk teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2022 disebabkan oleh beberapa faktor yang melatarbelakanginya, diantaranya adalah faktor keterdesakan, faktor kekhawatiran orang tua terhadap anaknya akan melanggar norma, faktor pendidikan, faktor ekonomi, faktor adat istiadat atau budaya, dan faktor hamil diluar nikah. Praktik pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2022 sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Untuk kebijakan Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2022 dalam hal pengajuan permohonan dispensasi kawin adalah apabila persyaratan tersebut tidak dapat dipenuhi maka dapat digunakan dokumen lainnya yang menjelaskan tentang identitas dan status pendidikan Anak dan identitas Orang Tua atau Wali. Sedangkan dalam hal kebijakan penetapan perkara tergantung pada masing-masing Hakim itu sendiri. Pada intinya Hakim tidak dapat diitervensi oleh siapapun, karena antara Hakim satu dengan Hakim lainnya bisa jadi berbeda pendapat. Tentunya pembuktian fakta di persidangan yang akan berpengaruh terhadap dikabulkan atau ditolaknya pengajuan permohonan dispensasi kawin itu sendiri.
Dengan banyaknya pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang tahun 2022, maka Pengadilan Agama Kabupaten Malang melakukan beberapa upaya untuk meminimalisir pengajuan permohonan dispensasi kawin dengan melakukan upaya konseling yang bekerjasama dengan psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), upaya penyuluhan hukum yang bekerjasama dengan PEMDA (Pemerintah Daerah) Kabupaten Malang, dan upaya dari Hakim itu sendiri ketika dalam persidangan. Dengan adanya upaya tersebut, pada tahun 2023 angka pengajuan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Malang telah mengalami penurunan dari tahun 2022. Dimana pada tahun 2022 total pengajuan permohonan dispensasi kawin 1.434 perkara dan pada tahun 2023 menjadi 969 perkara. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa upaya yang dilakukan Pengadilan Agama Kabupaten Malang sudah efektif dalam meminimalisir pengajuan permohonan dispensasi kawin.
Kata Kunci: Keefektifan, Pengadilan Agama, Meminimalisir, Dispensasi Kawin | en_US |