dc.description.abstract | Pondok pesantren merupakan lingkungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama
dan moral. Di lingkungan tersebut, bahasa menjadi alat komunikasi yang penting dalam
proses pembelajaran, pembinaan akhlak, dan kehidupan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk
memahami penerapan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi santri dan ustadz di
Pondok Pesantren Miftahul Ulum RU IV Ganjaran Gondanglegi Malang.
Tujuan dalam penelitian ini ialah mendeskripsikan Wujud bahasa dan intraksi antara
santri dan ustadz yang terjadi di Pondok Pesantren Miftahul Ulum RU IV Ganjaran
Gondanglegi Malang. endeskripsikan makna dan fungsi penggunaan Bahasa di Pondok
Pesantren Miftahul Ulum RU IV Ganjaran Gondanglegi Malang.
Mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan
pragmatik. Penelitian ini berupaya menginterpretasikan dan mendeskripsikan obyek yang
diteliti dengan mewujudkan tuturan santri dan ustadz di pondok pesantren tersebut. Peneliti
juga sebagai instrument utama dalam penelitian ini dengan bantuan kodefikasi data yang
diperoleh oleh peneliti. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan santri
dan ustadz di pesantren tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip kesantunan berbahasa diterapkan dalam
berbagai bentuk interaksi santri dan ustadz. Penggunaan bahasa yang sopan dan hormat,
pemberian pujian dan penghargaan, serta teguran yang halus merupakan contoh penerapan
prinsip kesantunan tersebut. Kesantunan berbahasa memiliki makna dan fungsi yang penting
dalam menciptakan suasana yang kondusif, menghormati kedudukan dan peran masing masing, dan meningkatkan kualitas pembelajaran di pesantren.
Simpulan hasil penelitian berikut dapat peneliti temukan maksim pujian yang jujur,
mengejek, merendahkan orang lain), maksim keaarifan (teguran yang jujur namun halus,
perintah dengan nada pertanyaan, teguran yang jujur namun halus, menegur dengan diksi
yang kurang halus), maksim kedermawanan (penolakan dengan kata “maaf”, berbicara tidak
sesuai situasi), maksim merendahkan hati (menonojolkan dirinya sendiri, supervisor), dan
maksim kecocokan (memberikan dukungan dengan tulus) Maksim penghargaan atau pujian
terdiri dari tuturan; (1) memuji (dengan kata-kata bijak), (2) memberi penghargaan
(memberikan prestasi santri teladan), (3) memberikan pujian ekspesif, dan asertif (4).
menggunakan tanda-tanda honorifik, seperti tuturan; (1) menggunakan tanda-tanda
honorifik, (2) bersikap rendah hati (tidak angkuh) ketika diperintahkan, (3) bersifat
sederhana (menggunakan diksi sesuai situasi), (4) menghargai kemampuan orang lain.
Maksimal kesempakatan/kecocokan berupa, (1) membina kecocokan (merasakan kecocokan
dan menyetujui pemaparan guru), (2) menggunakan diksi sesuai situasi, (3) menghormati
kemampuan orang lain. , ustadz dan santri dalam mempelajari prinsip kebijaksanaan dan
kearifan, seperti (1) mengajukan pertanyaan dengan menggunakan penanda dengan penghormatan seperti panjengan, monggo, (2) menunjukkan kalimat perintah, (3)
mengurangi kekecewaan, dan (4) memberikan keringanan tanpa hukuman.Maksimum
Prinsip kesantunan berbahasa bisa di tinjau dari berbagai indikator kesantunan
berbahasa tersebut. Daintaranya ada Maksim pujian/peghargaan (penghargaan terhadap
orang lain) adalah penerapan prinsip kesantunan berbahasa yang dapat dilihat dari indikator
kesatunan berbahasa yang berdasarkan teori maksim Leech during interaksi (KBM)
kegiatan belajar-mengajar santri dipondok Pesantren Miftahul Ulum RU IV Malang.
Maksim pujian yang jujur, mengejek, merendahkan orang lain), maksim keaarifan
(teguran yang jujur namun halus, perintah dengan nada pertanyaan, teguran yang jujur
namun halus, menegur dengan diksi yang kurang halus), maksim kedermawanan (penolakan
dengan kata “maaf”, berbicara tidak sesuai situasi), maksim merendahkan hati
(menonojolkan dirinya sendiri, supervisor), dan maksim kecocokan (memberikan dukungan
dengan tulus) | en_US |