Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/4539
Title: ‘Iddah Wanita Karir yang Ditinggal Mati Suaminya Menurut Pandangan Imam Syafi’i dan Imam Hanafi
Authors: Zulfatma, Anni Rosaidah
Keywords: Pendidikan Agama Islam
Hukum Keluarga Islam
Wanita Karir
‘iddah
Imam Syafi’i
Imam Hanafi
Issue Date: 22-Jun-2022
Publisher: Universitas Islam Malang
Abstract: Perkembangan zaman saat ini, kaum wanita tidak hanya berperan dalam lingkup rumah tangga melainkan kaum wanita juga berperan aktif dalam berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan bidang ilmu lainnya. Dalam artian, pada saat ini kaum wanita hampir terlibat dalam semua sektor kehidupan umat manusia. Terdapat tiga tipe wanita yang dikenal di dalam sektor publik yaitu wanita pekerja, tenaga kerja wanita dan wanita karir. wanita karir memiliki makna seorang wanita yang menjadikan karir secara serius atau perempuan yang memiliki karir atau menganggap kehidupan kerjanya dengan serius. Wanita karir juga wanita yang sibuk, wanita yang kadangkala lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja. Dalam ajaran Islam wanita yang ditinggal mati oleh suaminya harus menjalani masa penangguhan atau yang disebut dengan masa ‘iddah. Ketika masa ‘iddah wanita yang ditinggal mati oleh suaminya tidak dipebolehkan untuk menikah, keluar dari rumah dan tidak diperbolehkan untuk berias. Masa ‘iddah dan masa berkabung wajib atas wanita yang ditinggal mati oleh suaminya. Dengan melihat anjuran agama Islam akan diperbolehkannya wanita bekerja di luar rumah, akan tetapi terdapat batasan-batasan yang sebagian batasannya dapat memberatkan, sehingga dibutuhkan penjelasan dan penjabaran bagaimana hubungan wanita karir dengan batasan ‘iddah. Ajaran hukum Islam dalam berbagai aspek terdapat perbedaan pandangan seperti halnya mengenai ‘iddah. Sebagaimana yang diketahui oleh semua umat muslim bahwasannya ada 4 madzhab yang menjadi rujukan mengenai ketentuan hukum Islam. Dan mayoritas dari masyarakat Indonesia yang beragama Islam menganut madzhab Syafi’i. Madzhab Syafi’i memandang ‘iddah sebagai masa penantian bagi seorang wanita untuk mengetahui kosongnya rahim, bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan bela sungkawa atas kematian suaminya. Sementara, pendapat Madzhab Hanafi tentang ‘iddah adalah penantian yang wajib dilakukan oleh seorang wanita ketika putusnya pernikahan atau sejenisnya. Dari latar belakang penelitian di atas maka peneliti merumuskan masalah, yakni tentang bagaimana pandangan Imam Syaf’i dan Imam Hanafi mengenai ‘iddah wanita karir yang ditinggal mati suaminya dan apa persamaan dan perbedaan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengenai ‘iddah. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengenai ‘iddah wanita karir yang ditinggal mati suaminya dan mendeskripsikan persamaa dan perbedaan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengenai ‘iddah. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas penelitian dilakukan dengan jenis penelitian normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada. Adapun metode yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah kajian Pustaka, yaitu telaah yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis terhadap kepustakaan yang relevan. Dan temuan penelitian ini adalah Imam Syafi’i memperluas limitasi keluar rumah bagi wanita yang sedang menjalani masa ‘iddah karena ditinggal mati suaminya dengan syarat adanya alasan yang pasti. Kemudian, para ulama dikalangan Madzhab Hanafi memberikan sedikit kelonggaran bagi wanita karir yang sedang menjalankan ‘iddah karena ditinggal mati oleh suaminya. Madzhab Hanafi memberikan kelonggaran wanita karir untuk keluar rumah dengan alasan bekerja pada siang hari dan ketika malam hari wanita tersebut wajib masuk rumah. Imam Syaafi’i dan Imam Hanafi memiliki persamaan dan perbedaan dalam memberikan pendapat mengenai ‘iddah. Kedua Imam Madzhab tersebut memiliki persamaan dalam mengartikan ‘iddah. ‘iddah menurut Imam Syafi’i dan Imam Hanafi adalah masa menunggu. Kemudian salah satu perbedaannya adalah dalam memaknai makna quru’. Imam Syafi’i memaknai quru’ dengan masa suci sedangkan Imam Hanafi memaknai quru’ dengan masa haid. Hal yang perlu diperhatikan sebagai saran-saran yaitu agar masyarakat memahari tentang kewaiban ‘iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya. dan diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperdalam penelitian mengenai ‘iddah wanita karir yang ditinggal mati suaminya dalam masyarakat dan tempat tertentu. Kata Kunci : Wanita Karir, ‘iddah, Imam Syafi’i, Imam Hanafi
URI: http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/4539
Appears in Collections:UT - Ahwal Al Syakhsyiyyah

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
S1_FAI_21801012022_ANNI ROSAIDAH ZULFATMA.pdfPublish2.29 MBAdobe PDFView/Open
FULLTEXT S1_FAI_21801012022_ANNI ROSAIDAH ZULFATMA.pdf
  Restricted Access
Fulltext1.55 MBAdobe PDFView/Open Request a copy


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.