Kedudukan Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 terhadap Kewarisan Anak Hasil Zina Prespektif Hukum Islam dan Hukum Positif
Abstract
Dalam sebuah perkawinan akad sangat penting untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu perkawinan karena akan berdampak pada anak yang nantinya akan dilahirkan, setiap anak yang lahir dari hubungan yang sah akan berbeda dengan anak yang lahir dari hasil perzinaan dalam segi hak-haknya seperti hak waris, hak wali, dan hak nafkah yang akan dipenuhkan kepada ibu dan keluarga ibunya saja. Dalam fatwa MUI Nomor 11 tahun 2012 disebutkan bahwa anak hasil zina tidak mendapatkan harta warisan, akan tetapi ayah biologisnya wajib memberi wasiat wajibah dengan ini apakah fatwa MUI yang diberikan sejalan dengan para ulama mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) Akan tetapi Perbedaan hukum yang tertuang di tengah-tengah masyarakat antara hukum Islam dan hukum positif terkait kewarisan anak hasil zina berbeda. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini mengkaji tentang (1) Kedudukan Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 Terhadap Kewarisan Anak Hasil Zina Prespektif Hukum Islam (2) Kedudukan Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 Terhadap Kewarisan Anak Hasil Zina Prespektif Hukum Positif.
Penelitian ini menggunakan library research dengan jenis penelitian hukum normatif dengan melakukan pendekatan undang-undang, adapun mengenai teknik pengumpulan data bersumber pada data primer dan skunder.dengan metode analisa data menggunakan model interaktif.
Setelah peneliti melakukan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 Terhadap Kewarisan Anak Zina Prespektif Hukum Islam dalam fatwa ini sejalan dengan hukum Islam yang diberikan oleh Imam Hanafi,Maliki,Syafi’i dan Hambali yang mengatakan jika anak hasil zina tidak berhak menjadi ahli waris dari ayah biologisnya dan begitu juga sebaliknya. Akan tetapi ada sedikit perbedaan dari segi hukuman yang mana para ulama empat tidak menyebutkan untuk memeberi wasiat wajibah kepada anak hasil zina. Degan adanya Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2012 ini sebagai respon terhadap putusan Mahkama Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 terkait kedudukan Anak Hasil Zina dalam putusan ini mengandung arti yang berbeda dalam UU Perkawinan bahwa yang dimaksud dalam putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 adalah sebatas perkawinan siri yang tidak tercatat dalam administrasi negara dan bukan tertuju oleh anak zina. Akan tetapi dalam KUHPerdata anak hasil zina memanglah tidak mendapatkan hak waris dari ayah biologisnya, karena anak zina tidak bisa diakui secara keperdataan, akan tetapi dalam KUHPerdata menyebutkan anak luar kawin bisa menjadi ahli waris ayah biologisnya apabila diakui secara sah oleh ayahnya (Pasal 280 KUHPerdata).
Kata Kunci: MUI, Waris, Anak Zina, Hukum Islam, Hukum Positif