Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Vonis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Abstract
Tindak Pidana yang dapat diterapkan dengan asas ini ialah tindak pidana korupsi,
karena untuk detik ini telah diatur dalam KUHP dan juga ada Undang-Undang tersendiri
yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal seperti ini
dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki segala kekurangan atau pun kelemahan
mengenai rumusan delik pada ketentuan Undang-Undang sebelumnya. Walaupun tindak
pidana korupsi telah diatur dengan Undang-Undang yang secara khusus, namun hal
tersebut seakan tidak berpengaruh terhadap tingginya angka kasus korupsi di Indonesia.
Adapun permasalahan dalam Pertimbangan Hakim untuk memberikan Vonis
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi ini Pertimbangan dasar terdiri dari 2 frasa dasar
dan timbang; dalam leksikon bahasa Indonesia, kata "dasar" dapat didefinisikan sebagai
pangkal alias pokok. Frasa "menimbang" dan "pertimbangan" keduanya mengacu pada
berat sebelah, bobot yang sama, dan pendapat (baik atau buruk).
Hasil penelitian ini menunjukan dasar pertimbangan hukum Oleh Hakim agung
Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 237 PK/pid.Sus/2020 tidak
sesuai dengan Putusan Nomor 110/Pid.Sus/2018/PN Bdg dan pasal 263 ayat 2 KUHAP,
yang menyebutkan putusan yang terbukti terdapat pertentangan satu dengan yang lain
dan kekeliruan dan kekhilafan hakim yang nyata dengan berbagai pertimbangannya
yang berdampak pada pengurangan hukuman terdakwa tidak tepat. Sehingga tidak
tepat tepat hakim mengakbulkan permohonan terpidana.