Jumlah Koloni Enterobacter sp. Resisten Tembaga dan Pola Kepekaan Antibiotik pada Air Limbah Salah Satu Rumah Sakit Tipe C di Malang
Abstract
Zainal Ali Akbar, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Malang, Agustus 2024. Jumlah Koloni Enterobacter sp. Resisten Tembaga Dan Pola Kepekaan Antibiotik Pada Air Limbah Salah Satu Rumah Sakit Tipe C Di Malang.
Pembimbing I : dr. H. R. Muh. Hardadi Airlangga, Sp. PD, Pembimbing II : dr. Citra Destya Rahma Putri, Sp. MK
Pendahuluan: Air limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai zat berbahaya seperti bahan kimia, darah, urin, radionuklida, substansi obat-obatan, mikroorganisme, dan logam berat. Untuk mengendalikan kontaminasi bakteri, pelapis pipa tembaga merupakan senyawa logam untuk mencegah pertumbuhan bakteri di air limbah rumah sakit. Penggunaan tembaga di rumah sakit digunakan sebagai sistem instalasi pipa air karena bersifat antimikroba dan tahan terhadap korosi. Tembaga konsentrasi rendah, tembaga dimanfaatkan oleh bakteri dalam reaksi metabolisme. Kadar tembaga yang tinggi dapat bersifat toksik bagi bakteri, sehingga bakteri dapat beradaptasi yang mengakibatkan bakteri resisten terhadap tembaga. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui pengaruh sensitivitas antibiotik Meropenem, Gentamicin, Ciprofloxacin, dan Cotrimoxazole terhadap Enterobacter sp. yang resisten tembaga pada air limbah Rumah Sakit Tipe C di Malang.
Metode: Sampel air limbah diambil pada pre-IPAL kemudian dianalisa kadar tembaganya menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Penentuan dosis tembaga yang digunakan dalam penelitian menggunakan uji MIC (Minimum Inhibiton Concentration). Sampel air limbah dikultur pada media CCA (Chromogenic Coliform Agar) tanpa tembaga dan media CCA dengan tembaga kemudian dianalisa koloni sensitif dan resisten tembaga dengan Metode TPC (Total Plate Count). Dilakukan uji statistik T-Test untuk menemukan perbedaan signifikan (p < 0,05). Terakhir, dari total koloni (n = 25) diuji sensitivitas antibiotik menggunakan metode Kirby-Bauer. Data yang didapatkan akan dianalisis secara deskriptif.
Hasil: Kadar tembaga pada pre-IPAL sebesar 6,00 ± 0,24 mg/L. Dosis tembaga yang dapat menyebabkan bakteri resisten terhadap tembaga yaitu 800 ppm, karena adanya penurunan signifikan pada dosis 0-800 ppm dilihat dari nilai absorbansi sebesar 0,52 ± 0,65. Hasil dari media CCA tanpa tembaga didapatkan 5,37 ± 0,26, sedangkan pada media CCA dengan tembaga 800 ppm didapatkan 3,63 ± 0,10 dengan signifikansi p = 0,000. Dari 25 koloni bakteri Enterobacter sp. resisten tembaga memiliki tingkat sensitivitas 100% (n = 25) terhadap antibiotik Meropenem, Gentamicin, dan Cotrimoxazole. Serta 96% (n = 24) sensitif dan 4% (n = 1) intermediet terhadap antibiotik Ciprofloxacin.
Kesimpulan: Paparan tembaga tidak mempengaruhi sensitifitas Meropenem, Ciprofloxacin, Gentamicin, dan Cotrimoxazole pada koloni Enterobacter sp.
Kata Kunci: Limbah air rumah sakit; Enterobacter sp.; tingkat resistensi terhadap antibiotik