Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah (Studi di Kabupaten Situbondo)
Abstract
Pada skripsi ini, penulisan megangkat permasalahan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah (Studi di Kabupaten Situbondo). Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi karena pada praktiknya sering kali dalam transaksi jual beli tanah sebelum dibuatkannya akta oleh PPAT atau PPAT Sementara, yakni pada waktu pemeriksaan status tanah, terdapat adanya data-data yang dipalsukan, dimana data-data yang diajukan oleh penghadap itu tidak sama dengan data-data yang ada pada buku tanah. Transaksi jual beli tanah yang telah dibuatkan akta oleh PPAT atau PPAT Sementara kemungkinan bisa timbul permasalahan, yang disebabkan dengan adanya itikad tidak baik dari salah satu pihak dalam transaksi jual beli tanah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis bermaksud mengangkat beberapa hal yang akan menjadi fokus penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana tanggung jawab PPAT dan PPAT Sementara dalam pembuatan akta peralihan Hak Atas Tanah di Kabupaten Situbondo yang terdapat data yang dipalsukan? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap PPAT dan PPAT Sementara terhadap akta peralihan hak atas tanah yang datanya dipalsukan oleh salah satu pihak?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum penelitian empiris dengan pendekatan penelitian yuridis sosiologis. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan studi lapangan melalui wawancara, analisis data yang digunakan penulis menggunakan metode analisis data deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara di Kabupaten Situbondo sudah melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu mengecek atau memeriksa kesesuaian sertifikat terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan karena hal tersebut menjadi syarat pembuatan akta jual beli tanah. Akta yang dibuat PPAT dan PPAT Sementara merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran tanah. PPAT atau PPAT Sementara wajib memeriksa persyaratan jual beli tanah untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan. Setiap sengketa tanah mengenai jual beli, kemungkinan besar PPAT atau PPAT Sementara dipanggil untuk menjadi saksi di Pengadilan. PPAT atau PPAT Sementara tidak bertanggung jawab atas data-data palsu yang disampaikan para pihak atau salah satu pihak dalam jual beli tanah. Apabila PPAT atau PPAT Sementara tahu kalau para pihak menyampaikan data-data yang palsu kepadanya, PPAT atau PPAT Sementara dapat dikenakan sanksi pidana, sanksi administratif, bahkan tidak tertutup kemungkinan dituntut ganti rugi oleh pihak yang dirugikan secara perdata. Namun dalam praktiknya, PPAT maupun PPAT Sementara tidak mau terlibat lebih jauh, apabila terjadi kasus mengenai akta yang dibuatnya, mereka hanya mau memberikan kesaksian atas akta yang dibuatnya. Akibat hukum dari data-data yang disampaikan kepada PPAT atau PPAT Sementara palsu, adalah dapat dibatalkan. Demikian pula sertifikat tanah yang diterbitkan berdasarkan akta jual beli yang tidak sah, tentunya tidak sah pula sehingga dapat dibatalkan.
Perlindungan hukum terhadap PPAT dan PPAT Sementara terdapat pada Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah salah satunya pada pasal 50 yang mengatur tentang bantuan hukum terhadap PPAT. Kemudian juga terdapat dalam pasal 37 dan pasal 43 yang menyatakan bahwa PPAT dan PPAT Sementara dapat mengajukan keberatan terhadap sanksi yang diberikan.
Kata kunci: PPAT, PPAT Sementara, Tanggungjawab, Perlindungan Hukum, Peralihan Hak Atas Tanah