Tradisi Polalanta dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus di Desa Kombutokan Kecamatan Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah)
Abstract
Pada dasarnya perkawinan itu berlaku sepanjang masa hingga akhir hayat. Hal inilah yang dianjurkan oleh agama Islam. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Kehidupan rumah tangga tidak ada yang berjalan mulus, kadang terdapat konflik-konflik kecil yang semakin lama semakin membesar jika tidak segera diatasi. Konflik dalam dinamika kehidupan keluarga merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri. Semakin tinggi rasa ketergantungan (kebutuhan) seseorang kepada orang lain maka akan semakin berpotensi terjadinya konflik diantara keduanya. Konflik yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga dapat disikapi sebagai hal yang positif jika pasangan tersebut memiliki kualitas perkawinan yang baik. Pasangan ini akan berusaha mengelola konflik dengan cara yang positif. Sebaliknya, banyaknya konflik yang timbul akan berbahaya jika pasangan memiliki kualitas perkawinan yang rendah karena cenderung akan mengakibatkan perceraian.
Dalam masyarakat suku Banggai khususnya di Desa Kombutokan Kecamatan Totikum mengenal suatu kebiasaan yang terjadi dalam rumah tangga dengan istilah polalanta. Polalanta merupakan salah satu konflik yang terjadi dalam dinamika kehidupan rumah tangga. Dalam prakteknya, salah seorang diantara pasangan suami istri pergi meninggalkan pasangannya. Yang perempuan biasanya pulang ke rumah orang tuanya sementara yang laki-laki dapat pulang ke rumah orang tua atau pergi merantau meninggalkan kampung halaman. Kemudian perpisahan yang terjadi tidaklah hanya sebentar. Perpisahan itu berlangsung lama, berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun.
Proses terjadinya polalanta dilatarbelakangi adanya permasalahan dalam rumah tangga. Permasalahan-permasalahan itu sangat beragam bisa saja berupa ekonomi, sikap yang buruk dari salah satu pasangan, dan lain-lain. Polalanta yang terjadi karena pasangan suami istri pergi meninggalkan rumah baik dilakukan oleh istri ataupun suami. Istri yang keluar dari rumah karena merasa tidak kuat lagi menanggung rasa sakit yang ia terima atas kelakuan suaminya. Sementara suami keluar rumah terkadang karena sudah tidak lagi menyukai istrinya dan telah tertarik pada wanita lain.
Berdasarkan hal diatas maka penulis merasa perlu untuk meneliti hal ini. Untuk meneliti ini penulis merumuskan masalah, yakni tentang bagaimana praktek polalanta yang terjadi dan apakah praktek polalanta itu dibenarkan dalam pandangan hukum Islam dan hukum positif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang praktek polalanta yang terjadi pada masyarakat Desa Kombutokan Kecamatan Totikum Kabupaten Banggai Kepulauan dan apakah praktek polalanta itu dibenarkan dalam hukum Islam dan hukum positif.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka penulis menggunakan penelitian dengan jenis kualitatif. Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan dokumentasi. Wawancara ialah proses penggalian informasi dengan tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung guna mendapatkan data yang menyeluruh. Metode dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti dan sebagainya.
Berdasarkan usaha-usaha didapatkan hasil penelitian bahwa polalanta adalah berpisahnya pasangan suami istri dengan cara salah satu pasangan meninggalkan pasangan yang lain yang dilatarbelakangi adanya permasalahan dan dilakukan sebelum jatuhnya talak sehingga mereka masih dalam satu ikatan perkawinan yang sah. Polalanta terjadi atas dasar keputusan yang sepihak. Tidak ada kesepakatan dalam pasangan untuk melakukan polalanta. Sehingga inilah yang membedakan pisah polalanta dengan perpisahan karena ada hajat seperti suami pergi bekerja atau menuntut ilmu. Pasangan yang melakukan polalanta tidak menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
Tindakan-tindakan dalam polalanta seperti suami istri tidak menunaikan kewajibannya, suami pergi meninggalkan istrinya dengan alasan sudah tidak menyukai istrinya, suami memukul istri, istri pergi meninggalkan rumah tanpa izin dari suami, maka hal ini termasuk kategori nusyuz. Sehingga dapat dikatakan bahwa polalanta sama dengan nusyuz. Sementara dalam hukum Islam dan hukum positif tidak menghendaki terjadinya nusyuz baik yang dilakukan istri maupun suami.
Dalam Islam telah diatur mengenai nusyuz dan cara penyelesaiannya. Nusyuz yang dilakukan istri dapat diselesaikan dengan melalui tahapan-tahapan berupa nasehat, pisah ranjang dan pemukulan. Sementara nusyuz yang dilakukan suami, tahapan penyelesaiannya yaitu nasehat, perdamaian dan pengaduan kepada hakim. Dalam hukum positif masalah nusyuz secara eksplisit terdapat pada Kompilasi Hukum Islam (KHI). Itupun yang disebutkan adalah nusyuz istri sementara nusyuz suami tidak tercantum di dalamnya. Penyelesaian nusyuz istri yang diberikan oleh KHI berupa menggugurkan kewajiban suami yang seharusnya ia berikan kepada istrinya. Kemudian penyelesaiannya untuk nusyuz suami dapat dilakukan dengan cara menggugat di Pengadilan.
Hal yang perlu diperhatikan sebagai saran yaitu tentang revisi undang-undang atau membuat peraturan tentang nusyuz suami. Peran dari KUA atau pemerintah desa serta para akademisi untuk memberi bimbingan dan pengarahan guna untuk mencegah terjadinya polalanta. Kata Kunci: Polalanta, Nusyuz, Hukum Islam, Hukum Positif