Show simple item record

dc.contributor.authorNinilouw, Samsun
dc.date.accessioned2022-05-30T01:31:29Z
dc.date.available2022-05-30T01:31:29Z
dc.date.issued2021-10-14
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/3789
dc.description.abstractPasca Orde Baru, tuntutan penggiat demokrasi tentang pembentukan penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri semakin menguat. Tuntutan ini muncul didasari oleh pengalaman bahwa pada pemilu-pemilu di era Orde Baru terjadi kecurangan secara sistematis yang dilakukan penyelenggara, sehingga pemilu di era Orde Baru tersebut kehilangan kepercayaan publik. Memasuki era reformasi, terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem dan tatanan kelembagaan dalam kehidupan politik di Indonesia, termasuk juga perubahan terhadap tatanan kelembagaan penyelenggara pemilu. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 22E ayat (5) menyebutkan bahwa “Pemilu diselenggarakan oleh suatu lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tersebut menjadi dasar dibentuknya lembaga penyelenggara Pemilu yang independen. Pemerintah kemudian mengimplemetasikan amanat pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tersebut dengan menetapkan kodifikasi atas beberapa undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Pemilu yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang lebih baik dari undang-undang sebelumnya dalam mengatur penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 1 angka 7 yang mendefinisikan penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara Pemilu, memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan tahapan pemilu dengan kewenangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang antara lain memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu; memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran politik uang; menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu. Dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut, Bawaslu sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum kemudian membentuk Bawaslu Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Tugas Bawaslu Kabupaten/Kota antara lain mengawasi pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu di wilayah kabupaten/kota, melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Sejak dibentuk pada tanggal 14 Agustus 2018, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Probolinggo telah menangani dan menindaklanjuti berbagai dugaan pelanggaran baik yang berasal dari temuan pengawas pemilu ataupun dari pelaporan yang disampaikan oleh masyarakat, serta menyelesaikan permohonan sengketa proses pada penyelenggaraan pemilu tahun 2019. Dilihat dari jenisnya dugaan pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu Kota Probolinggo dan jajarannya dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu dugaan pelanggaran Administrasi, dugaan pelanggaran Tindak Pidana Pemilu, dan penyelesaian sengketa proses. Berdasarkan fakta tersebut jika dilihat dari beberapa kewenangan bawaslu, kewenangan penyelesaian sengketa proses merupakan atribusi dari kekuasaan kehakiman (quasi yudisial) yang menjadi mahkota Bawaslu dalam bentuk putusan adjudikasi. Adapun mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu dibedakan menjadi dua mekanisme yaitu: pertama, mekanisme penyelesaian sengketa proses Pemilu di Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang diatur dalam Pasal 466 sampai dengan Pasal 469 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu); dan kedua, mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara yang diatur dalam Pasal 470 sampai dengan Pasal 472 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectBawasluen_US
dc.subjectPenyelesaian Sengketa Proses Pemiluen_US
dc.titlePeran Badan Pengawas Pemilihan Umum Dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Tahun 2019 Di Kota Probolinggoen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record