Peran Badan Pengawas Pemilihan Umum Dalam Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Tahun 2019 Di Kota Probolinggo
Abstract
Pasca Orde Baru, tuntutan penggiat demokrasi tentang pembentukan
penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri semakin menguat. Tuntutan ini
muncul didasari oleh pengalaman bahwa pada pemilu-pemilu di era Orde Baru
terjadi kecurangan secara sistematis yang dilakukan penyelenggara, sehingga
pemilu di era Orde Baru tersebut kehilangan kepercayaan publik. Memasuki era
reformasi, terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem dan tatanan
kelembagaan dalam kehidupan politik di Indonesia, termasuk juga perubahan
terhadap tatanan kelembagaan penyelenggara pemilu. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 22E ayat (5) menyebutkan bahwa
“Pemilu diselenggarakan oleh suatu lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri”.
Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 tersebut menjadi dasar dibentuknya lembaga penyelenggara Pemilu yang
independen. Pemerintah kemudian mengimplemetasikan amanat pasal 22E ayat
(5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tersebut
dengan menetapkan kodifikasi atas beberapa undang-undang yang secara
khusus mengatur tentang Pemilu yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang lebih baik dari undang-undang
sebelumnya dalam mengatur penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU
Pemilu) Pasal 1 angka 7 yang mendefinisikan penyelenggara Pemilu adalah
lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan
Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan
Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
secara langsung oleh rakyat.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara
Pemilu, memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
tahapan pemilu dengan kewenangan sebagaimana yang diamanatkan dalam
Pasal 95 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU
Pemilu) yang antara lain memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran
administrasi Pemilu; memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran politik
uang; menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus
penyelesaian sengketa proses Pemilu.
Dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut, Bawaslu
sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum kemudian membentuk Bawaslu Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Tugas Bawaslu Kabupaten/Kota antara lain mengawasi pelaksanaan tahapan
penyelenggaraan pemilu di wilayah kabupaten/kota, melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah kabupaten/kota terhadap pelanggaran pemilu dan
sengketa proses pemilu.
Sejak dibentuk pada tanggal 14 Agustus 2018, Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) Kota Probolinggo telah menangani dan menindaklanjuti berbagai
dugaan pelanggaran baik yang berasal dari temuan pengawas pemilu ataupun
dari pelaporan yang disampaikan oleh masyarakat, serta menyelesaikan
permohonan sengketa proses pada penyelenggaraan pemilu tahun 2019. Dilihat
dari jenisnya dugaan pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu Kota Probolinggo
dan jajarannya dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu dugaan pelanggaran
Administrasi, dugaan pelanggaran Tindak Pidana Pemilu, dan penyelesaian
sengketa proses.
Berdasarkan fakta tersebut jika dilihat dari beberapa kewenangan bawaslu,
kewenangan penyelesaian sengketa proses merupakan atribusi dari kekuasaan
kehakiman (quasi yudisial) yang menjadi mahkota Bawaslu dalam bentuk
putusan adjudikasi. Adapun mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu
dibedakan menjadi dua mekanisme yaitu: pertama, mekanisme penyelesaian
sengketa proses Pemilu di Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota yang diatur dalam Pasal 466 sampai dengan Pasal 469 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu); dan kedua,
mekanisme penyelesaian sengketa proses pemilu di Pengadilan Tata Usaha
Negara yang diatur dalam Pasal 470 sampai dengan Pasal 472 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.