Show simple item record

dc.contributor.authorSyaifulloh, Mas Habib
dc.date.accessioned2020-11-19T06:16:51Z
dc.date.available2020-11-19T06:16:51Z
dc.date.issued2020-07-16
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/438
dc.description.abstractKata Kunci: wali hakim, pernikahan, hukum Islam, Hukum Positif Perkawinan dalam tata Hukum Indonesia, khususnya bagi yang pemeluk Agama Islam mewajibkan adanya wali dalam perkawinan. Kewajiban tersebut dapat dilihat dalam aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, antara lain dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 19 sampai Pasal 23 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Pasal 18. Keharusan adanya wali dalam perkawinan pada dasarnya merupakan kesepakatan mayoritas ulama, kecuali Madzhab Hanafiyah yang tidak mensyaratkan wali bagi perempuan, apalagi jika perempuan tersebut telah dewasa dan mampu mempertanggung jawabkan setiap perkataan dan perbuatannya. (1) Bagaimana Kedudukan Wali Hakim dalam Perkawinan dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di KUA Kecamatan Wonoayu dan (2) Bagaimana Keabsahan Wali Hakim dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di KUA Kecamatan Wonoayu Sidoarjo?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejelas mungkin Kedudukan wali hakim di KUA Kecamatan Wonoayu, dan untuk mengetahui keabsahan wali hakim menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan ialah metode field research (penelitian lapangan) dimana penelitian ini bersifat deskriptif. Metode pengambilan data dilakukan melalui observasi, dan wawancara. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif dengan pendekatan berfikir secara induktif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa, kedudukan wali hakim di KUA Kecamatan Wonoayu Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang Wali Hakim, Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah, KHI Pasal 23 ayat 2 dan Al-Quran Surah ke 2 Al-Baqarah ayat 232 serta memberi wewenang kepada pihak KUA untuk menunjuk wali hakim sebagai wali nikah. kedudukan wali hakim sebagai wali dalam pernikahan dipandang sah menurut Hukum Positif dan Hukum Islam berdasarkan Hukum Positif yakni KHI Pasal 23 ayat 2 dimana pergantian dari wali nasab kepada wali hakim dikarenakan wali aḍhol dilakukan setelah adanya putusan Pengadilan Agama tentang keadholan wali tersebut. Maka dalam hal ini pihak KUA agar melaksanakan akad pernikahan sesuai dengan ketentuan hukum, kepada calon pengantin agar ix selalu memohon izin dari wali nasab serta kepada wali nasab untuk meraih kemaslahatan bersama.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectHukum Islamen_US
dc.subjectPernikahanen_US
dc.subjectWali Hakimen_US
dc.titleWali Hakim dalam Pelaksanaan Perkawinan Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus KUA Kecamatan Wonoayu)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record