Wali Hakim dalam Pelaksanaan Perkawinan Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus KUA Kecamatan Wonoayu)
Abstract
Kata Kunci: wali hakim, pernikahan, hukum Islam, Hukum Positif
Perkawinan dalam tata Hukum Indonesia, khususnya bagi yang pemeluk
Agama Islam mewajibkan adanya wali dalam perkawinan. Kewajiban tersebut
dapat dilihat dalam aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, antara lain dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 19 sampai Pasal 23 dan Peraturan Menteri Agama
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Pasal 18. Keharusan adanya wali
dalam perkawinan pada dasarnya merupakan kesepakatan mayoritas ulama, kecuali
Madzhab Hanafiyah yang tidak mensyaratkan wali bagi perempuan, apalagi jika
perempuan tersebut telah dewasa dan mampu mempertanggung jawabkan setiap
perkataan dan perbuatannya. (1) Bagaimana Kedudukan Wali Hakim dalam
Perkawinan dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di KUA Kecamatan
Wonoayu dan (2) Bagaimana Keabsahan Wali Hakim dalam Perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif di KUA Kecamatan Wonoayu Sidoarjo?. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sejelas mungkin Kedudukan wali hakim di KUA
Kecamatan Wonoayu, dan untuk mengetahui keabsahan wali hakim menurut
Hukum Positif dan Hukum Islam.
Metode penelitian yang digunakan ialah metode field research (penelitian
lapangan) dimana penelitian ini bersifat deskriptif. Metode pengambilan data
dilakukan melalui observasi, dan wawancara. Sumber data yang digunakan berasal
dari data primer dan data sekunder. Analisa data yang digunakan adalah analisa data
kualitatif dengan pendekatan berfikir secara induktif.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa, kedudukan wali hakim di
KUA Kecamatan Wonoayu Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987
tentang Wali Hakim, Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Pencatatan Nikah, KHI Pasal 23 ayat 2 dan Al-Quran Surah ke 2 Al-Baqarah ayat
232 serta memberi wewenang kepada pihak KUA untuk menunjuk wali hakim
sebagai wali nikah. kedudukan wali hakim sebagai wali dalam pernikahan
dipandang sah menurut Hukum Positif dan Hukum Islam berdasarkan Hukum
Positif yakni KHI Pasal 23 ayat 2 dimana pergantian dari wali nasab kepada wali
hakim dikarenakan wali aḍhol dilakukan setelah adanya putusan Pengadilan Agama
tentang keadholan wali tersebut. Maka dalam hal ini pihak KUA agar melaksanakan
akad pernikahan sesuai dengan ketentuan hukum, kepada calon pengantin agar
ix
selalu memohon izin dari wali nasab serta kepada wali nasab untuk meraih
kemaslahatan bersama.