Batas Pelaksanaan Masa Iddah Bagi Perempuan Perspektif Empat Imam Madzhab
Abstract
Putusnya perkawinan antara suami dan istri yang disebabkan oleh beberapa hal yang telah diatur dalam Al-qur’an menjadikan adanya hak dan kewajiban yang harus dijalani oleh masing-masing pihak yang mana salah satunya adalah kewajiban menjalani iddah bagi perempuan. Alasan kuat diangkatnya permasalahan iddah yakni karena aturan pelaksanaannya sudah sangat jelas disampaikan dalam nash Al-qur’an dan hadist-hadist shahih. Disamping itu disyari’atkannya iddah bertujuan guna melindungi perempuan untuk menghindari tercampurnya nasab antara suami yang pertama dan suami yang kedua.
Namun dalam pelaksanaannya tidak sedikit masyarakat kurang memahami terkait batas untuk menjalani masa iddah. Oleh karena itu beberapa ulama’ madzhab banyak memberikan fatwa tentang batas pelaksanaan guna mempermudah masyarakat dalam memahami pelaksanaan masa iddah. Dalam menentukan batas pelaksanaan masa iddah, ulama’ madzhab tidak semata memutuskan melainkan menempuh jalan ijtihad yang bertujuan untuk menetapkan hukum melalui beberapa metode istinbath hukum islam. Perlu diketahui bahwa metode istinbath hukum islam sangat beragam antara lain yakni al-qur’an, as-sunnah, ijma’, qiyas, fatwa sahabat, istihsan, istishhab, ‘urf, mashlahah mursalah, syar’u man qoblana, dan sadd adz-dzari’ah. Namun dari sekian metode istinbath hukum, yang digunakan dalam menentukan batas pelaksanaan masa iddah oleh empat imam madzhab hanya beberapa.
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka penulis merumuskan masalah yakni metode apa sajakah yang digunakan oleh empat imam madzhab dalam menentukan batas pelaksanaan masa iddah serta bagaimana argumentasi dari tiap-tiap imam madzhab dalam menentukan batas pelaksanaan masa iddah. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui metode istinbath hukum apakah yang digunakan oleh empat imam madzhab dalam menentukan batas pelaksanaan masa iddah bagi perempuan dan mengetahui bagaimana argumentasi empat imam madzhab dalam menentukan batas pelaksanaan masa iddah.
Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian normatif yang menggunakan analisis deskriptif pendekatan kepustakaan. Data yang digunakan diantaranya yaitu dibagi menjadi tiga yakni Data primer, Data sekunder serta Data tersier. Data primer ini diperoleh melalui kitab-kitab fikih empat madzhab, sedangkan Data sekunder diperoleh melalui buku-buku, artikel ilmiah dan penelitian ilmiah. Kemudian Data tersier diperoleh melalui kutipan dari kamus besar bahasa Indonesia serta buku-buku ensiklopedia. Metode analisis hukum yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini yakni yuridis normatif.
Dalam menetapkan hukum batas pelaksanaan masa iddah bagi perempuan, madzhab hanafi mengambil sumber dari nash al-qur’an begitu juga madzhab hamnali, sedangkan madzhab maliki menetapkan batas pelaksaanaan masa iddah mengambil sumber dari nash al-qur’an serta dikuatkan oleh fatwa sahabat. Kemudian madzhab syafi’i menetapkan batas pelaksanaan masa iddah mengambil sumber dari nash al-qur’an dan dikuatkan oleh ijma’ ulama syafi’iyyah. Argumentasi tiap imam madzhab tidak jauh berbeda dalam penentuan masa iddah, yang berbeda hanya terletak pada minimal dan maksimal pelaksanaan masa iddah bagi perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ulama’ dalam menetapkan batas pelaksanaan masa iddah menggunakan metode istinbath yang mengambil sumber dari nas Al-qur’an meskipun ada pula yang mengambil dari fatwa sahabat, namun tetap yang diutamakan yang bersumber dari Al-qur’an. Kemudian sebagian besar ulama’ sepakat dengan hitungan masa iddah, hanya saja dalam hal ini penulis membatasi pada dua hal yakni: 1) iddah wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil, maka wanita tersebut menjalani masa iddah hamil yaitu sampai ia melahirkan kandungannya. Hal ini diperkuat dengan bunyi Kompilasi Hukum Islam pasal 153 ayat 2 huruf D yang berbunyi “apabila wanita putus perkawinan karena kematian, sedangkan ia dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan”. 2) masa iddah menggunakan hitungan quru’ yaitu suci, menurut penulis masa iddah menggunakan hitungan suci lebih mashlahah apabila diterapkan di Indonesia karena masyarakat muslim Indonesia mayoritas meganut madzhab Syafi’i.
Kata Kunci: Batas, Masa Iddah, Perempuan, Imam Madzhab.