Zakat Profesi Perspektif Wahbah Al-Zuhaili dan Yusuf Al-Qardlawi
Abstract
Dalam zakat profesi menimbulkan kontroversi dan polemik tajam di antara para ulama dan pakar fikih seputar legalitas zakat profesi sedikit banyak dapat menghadirkan keraguan pada kalangan wajib zakat. Mereka yang seharusnya dapat menentukan pilihan untuk menunaikan kewajiban zakat (bagi mereka yang belum menunaikan zakat profesi) atau mereka yang sebelumnya yakin atas sebagian harta yang telah mereka keluarkan sebagai kewajiban menunaikan zakat harta (bagi mereka yang telah menunaikan zakat profesi), boleh jadi mulai kurang yakin dengan kewajiban zakat profesi. Kondisi ini pada gilirannya dapat memberikan pengaruh terhadap berkurangnya potensi zakat profesi dari mereka. Dari perbedaaan tersebut peneliti dapat menuliskan masalah yang dikaji, yaitu: (1) Apa yang di maksud dengan zakat profesi? (2) Bagaimana hukum zakat profesi perspektif Wahbah al-Zuhaili? (3) Bagaimana hukum zakat profesi perspektif Yusuf al-Qardlawi?
Sedangkan dalam penulisan ini memiliki beberapa tujuan, yaitu (1) Untuk mendeskripsikan pengertian dari zakat profesi (2) Untuk mengetahui hukum zakat perspektif Wahbah al-Zuhaili (3) Untuk mengetahui hukum zakat Perspektif Yusuf al-Qardlawi.
Metode penelitian yang di gunakan adalah library research (kajian pustaka/kepustakaan). Mardalis menyebutkan Penelitian kepustakaan merupakan suatu studi yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, dan sebagainya (Sari & Asmendri, 2020: 43).
Hasil dari penelitian ini menghasilkan tiga penemuan yaitu yang pertama, zakat profesi merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi). Zakat profesi disebut juga dengan istilah zakat rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakat kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). Yang kedua, Yusuf al-Qardlawi mengatakan di bolehkan untuk melakukan zakat profesi adalah berlandasan dengan perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Beliau mengambil pendapat sebagian dari para sahabat, dan lebih dikuatkan oleh dalil Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 267. Untuk yang terakhir menghasilkan Wahbah al-Zuhaili mengatakan bahwa status hukum mengenai zakat profesi masih membutuhkan dalil-dalil yang qath’i, sehingga tidak boleh mengarang sendiri untuk perkara fikih zakat profesi ini. Beliau berlandasan bahwa dalam al-Qur’an dan As-Sunnah tidak memiliki landasan yang kuat maka tidak bisa hanya sekedar menggunakan hasil pemikiran dan ijtihad pada waktu tertentu.
Kata Kunci : Zakat Profesi, Wahbah Al-Zuhaili, Yusuf Al-Qardlawi