Dispensasi Kawin Akibat Hamil Pra-nikah Menurut Perspektif Imam Syafi’I dan Imam Hanafi (Studi Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Malang Nomor 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg)
Abstract
Dispensasi kawin merupakan suatu kelonggaran yang diberikan oleh Pengadilan Agama kepada calon suami istri yang belum mencapai minimal batas usia yang di-atur dalam Undang-Undang perkawinan. Dalam pengajuan dispensasi kawin biasanya didasari oleh faktor-faktor tertentu, salah satunya yaitu diakibatkannya hamil di luar nikah bagi mereka yang belum mencapai batas minimal usia perkawi-nan. Meskipun dalam Undang-undang memberikan keringanan bagi calon suami istri untuk melakukan perkawinan, hal ini bukan berarti permohonan dispensasi kawin akan selalu dikabulkan, karena dispensasi kawin dikabulkan atas dasar ke-maslahatan untuk mencapai tujuan pernikahan yang baik dan menghindari kemudharatan. Diera modern saat ini pergaulan bebas sangatlah marak, salah satunya yaitu kebiasaan pacaran yang dianggap suatu hal yang wajar, yang mana mereka sampai menyalurkan hawa nafsunya melalui jalan yang salah, sehingga banyaknya kasus hamil diluar nikah bagi seseorang yang masih dibawah umur.
Dari latar belakang penelitian di atas maka peneliti merumuskan masalah, yakni tentang konsepsi hukum Islam mengenai dispensasi kawin, pertimbangan hakim peradilan agama dalam memutuskan perkara dispensasi kawin akibat hamil pra-nikah nomor 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg dan menganalisis putusan hakim nomor 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg berdasarkan perspektif Imam Syafi’i dan Imam Hanafi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang konsepsi hukum Islam mengenai dispensasi kawin, mendeskripsikan tentang pertimbangan hakim peradilan agama dalam memutuskan perkara dispensasi kawin akibat hamil pra-nikah nomor 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg dan menganalisis putusan hakim nomor 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg berdasarkan perspektif Imam Syafi’i dan Imam Hanafi.
Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan kualitatif dan jenis penelitian hukum yuridis normatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara yang merupakan metode penggumpulan data dengan menggunakan tanya jawab secara lisan dengan sumber penelitian dan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai variable yang berupa putusan yang akan dikaji, buku, jurnal dan se-bagainya.
Hasil dari penelitian ini adalah pertama, bahwa di dalam islam sendiri tidak mengatur atau memberikan batasan usia untuk melaksanakan perkawinan. Tetapi dalam Islam perkawinan hanya boleh dilakukan ketika seseorang sudah baligh. Kedua, hakim dalam memutukan perkara nomor 0486/Pdt.P/2021/PA.Kab.Mlg menggunakan dasar hukum Kompilasi Hukum Islam Pasal 53. Ketiga, Imam Syafi’i dan Imam Hanafi tidak melarang pada usia berapa seseorang untuk melakukan perkawinan, namun beliau menganjurkan perkawinn idealnya dil-akukan Ketika seseorang sudah baligh. Usia baligh menurut Imam Syafi’i adalah 15 tahun sedangkan menurut Imam Hanafi laki-laki 12 tahun, perempuan 12 ta-hun. Tetapi di dalam Undang-undang perkawinan telah mengatur batasan usia seseorang untuk melakukan perkawinan yaitu 19 tahun. Hal ini bukan berarti bertentangan dengan pendapat Imam Syafi’I dan Imam Hanafi, tapi disini Un-dang-undang mengatur bahwa diusia tersebut sudah matang baik dilihat dari segi fikiran, fisik dan sebagainya.
Kata Kunci : Dispensasi Kawin, Hamil di Luar Nikah, Imam Syafi’i, Imam Hanafi