Dalam rangka peningkatan layanan dan perbaikan sistem, mohon maaf untuk sementara waktu Repositori UNISMA tidak dapat diakses secara optimal.
dc.contributor.author | Nasikha, Laila Amilatun | |
dc.date.accessioned | 2023-03-28T01:56:41Z | |
dc.date.available | 2023-03-28T01:56:41Z | |
dc.date.issued | 2023-01-17 | |
dc.identifier.uri | http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/6799 | |
dc.description.abstract | Kejahatan yang turut mempengaruhi keburukan kondisi hukum di Indonesia salah satunaya adalah kejahatan terorganisasi. Penerapan Justice Collaborator di Indonesia masih belum banyak dipakai di Indonesia, ini mungkin disebabkan takutnya seorang pelaku yang bekerjasama ketika seorang tersangka yang bersedia menjadi saksi dalam pengadilan banyak ancaman dari rekan yang bersama sama melakukan kejahatan terorganisir tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diambil rumusan masalah yaitu: Pengaturan mengenai Justice Collaborator dalam kejahatan terorganisasi di Negara Indonesia, bentuk perlindungan hukum terhadap Justice Collaborator dalam kejahatan terorganisasi di Indonesia, penerapan Justice Collaborator dalam penanggulangan kejahatan terorganisasi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-indangan, pendekatan kasus hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Pengaturan mengenai Justice Collaborator dalam hukum positif di Indonesia masih belum diatur secara komprehensif sehingga menimbulkan respon yang berbeda beda oleh para penegak hukum. Justice Collabotaor telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, SEMA Nomor 4 Tahun 2011 Tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana (Whistleblower) dan (Justice Collaborator) didalam Perkara tindak pidana, dan diatur dalam Peraturan bersama tentang perlindungan pelapor, saksi pelapor, dan saksi pembantu dibuat oleh mentri hukum dan HAM, Jaksa agung, Kapolri, KPK dan LPSK Untuk menjamin kesetaraan. Dalam peraturan bersama ini diatur empat hak perlindungan, Pertama, Memberikan perlindungan fisik dan psikologis kepada justice Collaborator, Kedua Perlindungan Hukum. Ketiga Perlakuan Khusus, keempat, menerima hadiah atau penghargaan. Namun pada bebrapa rumusan pasal masih menimbulkan multi tafsir serta mengakibatkan tidak terwujudnya asas kepastian hukum. Keuntungan penerapan Justice Collaborator ini pemecahan kasus berpotensi lebih singkat, sehingaaa dapat meminimalisir kemungkinan adanya perkara yang terbengkalai dan meluap begitu saja, dan untuk memberikan perlindungan bagi saksi pelaku yang berperan penting untuk mengungkap Kejahatan terorganisasi. | en_US |
dc.language.iso | other | en_US |
dc.publisher | Universitas Islam Malang | en_US |
dc.subject | Penerapan Justice Collaborator | en_US |
dc.subject | Kejahatan Terorganosasi | en_US |
dc.title | Penerapan Justice Collaborator Untuk Menanggulangi Kejahatan Yang Terorganisasi (Organized Crime) | en_US |
dc.type | Other | en_US |