Penentuan Pembelaan Terpaksa Oleh Penyidik Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Pembunuhan

Dalam rangka peningkatan layanan dan perbaikan sistem, mohon maaf untuk sementara waktu Repositori UNISMA tidak dapat diakses secara optimal.

Show simple item record

dc.contributor.author Hermawan, Muhamad
dc.date.accessioned 2023-04-05T03:27:31Z
dc.date.available 2023-04-05T03:27:31Z
dc.date.issued 2023-01-14
dc.identifier.uri http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/7028
dc.description.abstract Pada skripsi dengan judul penentuan pembelaan terpaksa oleh penyidik terhadap korban dalam tindak pidana pembunuhan dilatar belakangi oleh kewenangan Penyidik dalam menentukan pembelaan terpaksa sesungguhnya menjadi perosoalan khususnya mengenai kewengan dari penyidik itu sendiri. Karena merujuk pada Putusan Mahkamah Agung No. 57 PK/PID/2013, walaupun dalam amar putusan menyatakan Terdakwa Wihariyantono bin Kamid tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan mengakibatkan mati dan membebaskan terdakwa. Akan tetapi ada proses hukum yang dilakukan dan putusan pengadilan lah yang menyatakan bahhwa terdakwa tidak bersalah/akibat kealpaan mengakibatka mati bukan Penyidik. Dengan masalah yang diangkat mengenai apa dasar dasar kewenangan Penyidik menentukan seseorang dalam melakukan tindakan pembelaan terpaksa dan bagaiamana cara Penyidik menentukan pelaku pembunuhan melakukan pembelaan terpaksa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif atau doktrina yakni menjelaskan data-data yang ada dengan deskriptif atau pernyataan bukan dengan angka-angka. dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan yakni mengkaji Pasal 49 Ayat (2) dalam KUHP yang mengatur pembelaan terpaksa dan pendekatan konseptual (Conceptual Aprroach) untuk melihat konsep pembelaan terpaksan pada tindak pidana pembunehan. Pengumpuan data dalam penelitian ini berdasarkan pada pendekatan penelitian dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Selanjutnya data yang telah ada di kumpulakan dianalisis secara deskriptif kualitatif yakni analisi terhadap bahan yang hanya bisa di deskriptifkan atau tidak bisa di hitung. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pertama, merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN Kpn Tanggal 23 Januari 2020 dan Putusan Mahkamah Agung No. 57 PK/PID/2013, walaupun dalam amar putusan menyatakan Terdakwa Wihariyantono bin Kamid tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan mengakibatkan mati dan membebaskan terdakwa. Akan tetapi ada proses hukum yang dilakukan dan putusan pengadilan lah yang menyatakan bahhwa terdakwa tidak bersalah/akibat kealpaan mengakibatka mati bukan Penyidik. Sehingga jelas bukan kewengan penyidik dan kewengan penyidik berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) KUHAP dan Peraturan Kepolisian Nomor 14 tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana serta standar operasional pelaksanaan penyidikan tindak pidana. Kedua, bahwa tidak ada kewenangan Penyidik maupun Penyidik Pembantu dalam menentukan seseorang pembunuh melakukan pembelaan terpaksa sebagaimana tugas dan wewenangnya diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP dan Perkap No 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Akan tetapi kewengan dalam menentukan pembelaan terpaksa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 57 PK/PID/2013, walaupun dalam amar putusan menyatakan Terdakwa Wihariyantono bin Kamid tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan mengakibatkan mati dan membebaskan terdakwa. Akan tetapi ada proses hukum yang dilakukan dan putusan pengadilan lah yang menyatakan bahhwa terdakwa tidak bersalah/akibat kealpaan mengakibatka mati adalah wewenang pengadilan, dan proses penentuan pembelaan terpaksa oleh pengadilan dilakukan melalui proses pro justitia sebagaimana dalam Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN Kpn Tanggal 23 Januari 2020. Ketiga, pengehentian penyidikan atas dasar pembelaan terpaksa dengan dalil karena tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut dihentikan demi hukum atau peristiwa ternyata bukan tindak pidana adalah tidak tepat dan penghentian penyidikan secara tidak sah. Karena pengentian penyidikan seyogyanya dapat dilihat dari dua sudut yakni Pertama, Dari sudut yuridis formal penghentian tidak bisa dilakukan apabila belum memenuhi ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”. Kedua, penghentian penyidikan terjadi karena ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP dilanggar “Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum” en_US
dc.language.iso other en_US
dc.publisher Universitas Islam Malang en_US
dc.subject Penyidik en_US
dc.subject Pembelaan Terpaksa en_US
dc.title Penentuan Pembelaan Terpaksa Oleh Penyidik Terhadap Korban Dalam Tindak Pidana Pembunuhan en_US
dc.type Other en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Kolom Pencarian


Browse

My Account