dc.description.abstract | Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam
multikultural yang menyimpan potensi entrepreneurial spirit dan kesadaran
multikultural. Penelitian ini membahas tentang entrepreneurial spirit dalam
mengembangkan pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren Bahrul
Maghfiroh Malang, dengan fokus penelitian 1) Entrepreneurial spirit apa saja yang
dijadikan modal dasar dalam mengembangkan pendidikan Islam multikultural di
pondok pesantren Bahrul Maghfiroh Malang?; 2) Bagaimana bentuk
pengembangan entrepreneurial spirit dalam mengembangkan pendidikan Islam
multikultural di pondok pesantren Bahrul Maghfiroh Malang?; 3) Bagaimana
proses pemberdayaan entrepreneurial spirit dalam mengembangkan penddidikan
Islam multikultural di pondok pesanatren Bahrul Maghfiroh Malang?; 4)
Bagaimana kontribusi entrepreneurial spirit dalam mengembangkan pendidikan
Islam multikultural di pondok pesantren Bahrul Maghfiroh Malang?.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi etnografi kasus
untuk mengungkap makna dibalik fakta dengan menyelidiki semangat
kewirausahaan sebagai element dasar dalam mengembangkan pendidikan Islam
multikultural. Studi ini juga menyoroti peran penting nilai-nilai kewirausahaan dan
standar etika dalam membentuk landscape pendidikan pesantren yang inklusif.
Metode pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
Pengambilan data dilakukan dengan tehnik snowball sampling dari sumber data
primer dan sekunder. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan model Miles,
Hubberman & Saldana 2014.
Hasil penelitian lapangan diperoleh temuan: 1) Entrepreneurial spirit yang
dijadikan modal dasar dalam mengembangkan pendidikan Islam multikultural di
pondok pesantren Bahrul Maghfiroh Malang adalah modal tidak berwujud
(intangible capital) dan modal berwujud (tangible capital). Kedua modal
menempati posisi penting dengan peran masing-masing. Intangible capital terdiri
dari modal sosial (social capital), modal manusia (human capital), modal mental
(Mental capital), modal motivasi (motivasional capital) dan modal pelanggan
(customer capital) serta modal spiritual (spiritual capital). Tangible capital
diposisikan sebagai wahana pengembangan internalisasi nilai Islam multikultural
dan entrepreneurial spirit; 2) Bentuk pengembangan spirit entrepreneurial dalam
mengembangkan pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren Bahrul
Maghfiroh Malang menerapkan teori APK (Analisis Pengembangan Kelembagaan)
Ostrom 2007 dalam bagian penguatan modal dilakukan dengan: menciptakan
kelembangaan yang inklusif dengan pemanfaata situasi ekternal sebagai opsi
penguat inovasi dan kreasi, menguatkan ukhuwah, penguatan visi dan misi, integrasi kurikulum pesantren dengan kurikulum nasional, kegiatan pembelajaran
di pendidikan formal, penerapan direct instruction model, masa orientasi, kegiatan
kepesantrenan amaliah dan ubudiyah, kepesantrenan tarbiyah wa ta’lim, kegiatan
kepedulian sosial, kegiatan praktek kewirausahaan, pendirian unit-unit usaha,
memperluas kemitraan, pemberdayaan sivitas pesantren dan masyarakat, workshop
serta pelatihan santri dan pegawai, penguatan manajemen dan pengawasan; 3)
Proses pemberdayaan entrepreneurial spirit sebagai spirit dalam mengembangkan
pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren Bahrul Maghfiroh Malang
menerapkan model Nixon 1994 melalui: Penyelarasan visi, misi pesantren,
pembuatan slogan dan simbol, membangun role model kepemimpinan,
pembudayaan tradisi entrepneurial, pendidikan praktik kewirausahaan, model
boarding school double track, system ngabdi, membangun kewiraushaan sosial
serta pemberdayaan svitas dan masyarakat sebagai umpan balik ikatan kerjasama;
penerapan project base learnig; 4) Entrepreneurial Spirit berkontribusi nyata dalam
menciptakan kemandirian santri dan lembaga. Entrepreneurial Spirit merupakan
nilai utama pendidikan Islam multikultural atau dengan kata lain bahwa nilai utama
pendidikan Islam multikultural sebenarnya adalah entrepreneurial spirit itu sendiri.
Penelitian ini memberikan implikasi teoritis: 1) Modal dasar tersebut
menguatkan teori Suryana dan Fukuyama serta merekonstruksinya intangible
capital dalam konteks pendidikan Islam multicultural yang diperlukan adalah modal
sosial, modal manusia, modal mental, modal motivasi, modal pelanggan, dan modal
spiritual, sementara Suryana menempatkan modal spiritual masuk pada ranah
modal mental atau moral; 2) Menguatkan Teori Tholchah Hasan tentang opsi dalam
menanggulangi radikalisme yaitu ta’aruf, tawasuth, tawazun, tasamuh dan ta’awun
menjadi empat sifat dan lima sikap atau peneliti menyebutnya dengan spirit 45
(empat sifat Nabi Muhammad SAW, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, fathonah) dan
lima sifat karakter aswaja, yaitu: ta’aruf, tawasuth, tawazun, tasamuh dan ta’awun);
3) Merekonstruksi teori K.H. Achmad Shiddiq tentang karakter aswaja dengan
menambah sifat yang empat menjadi spirit 45 sebagaimana tersebut di atas; 4)
Menguatkan teori Ciputra dan merekonstruksinya pada ranah heigh ethical stadart
dengan four traits five attitudes; 5) Menguatkan teori Veithzal Rivai tentang Islamic
Business and Economic Ethics dengan FAST karakter dan merekontruksinya
menjadi spirit 45 (four traits five attitudes); 6) Menguatkan dan merekonstruksi
teori Ostrom 2007 tentang IAD (Institutional Analysis and Development) bahwa
proses interaksi harus menghasilkan umpan balik pembentukan patner
berkelanjutan yang saling menguntungkan (win-win solution) sebelum kembali
menjadi aktor. Proses interaksi juga memberikan umpan balik pada kriteria evaluasi
berimplikasi pada faktor eksternal secara langsung untuk membentuk budaya; 7)
Menguatkan dan merekonstruksi proses pemberdayaan Nixon 1994, bahwa
penetapan skala priotitas harus memperhatikan kriteria input, proses, output dan
outcome untuk menguatkan input yang harus diikat sebagai patner kerja dalam
system kerja sama berkelanjutan. | en_US |