Show simple item record

dc.contributor.authorSupaat, Joko
dc.date.accessioned2024-06-20T01:22:43Z
dc.date.available2024-06-20T01:22:43Z
dc.date.issued2023-12-09
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/9727
dc.description.abstractPeradilan Agama adalah bentuk dari penerapan hukum Islam dalam sistem penegakan hukum di Indonesia sebagaimana dimaksud UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kemudian diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009. Pada kenyataannya, hak-hak istri yang dicerai yang telah diputuskan oleh Pengadilan Agama menjadi hak istri, seolah-olah hanya hitam diatas putih, pihak suami dengan sengaja tidak memberikan hak istri tersebut. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis dengan datanya berupa data primer dan sekunder, teknik penulisan dilakukan dengan wawancara dan studi dokumen sedangkan analisis datanya secara deskriptif kualitatif. Dari hasil peneletian di lapangan bisa didapatkan bahwa pelaksanaan penegakan hukum nafkah istri di Pengadilan Agama Pasuruan telah diupayakan semaksimal mungkin dengan melaksanakan perintah Undang-Undang dan Peraturan Mahkamah Agung RI, hal tersebut demi tegaknya keadilan untuk istri yang dicerai talak oleh suami. Namun demikian masih terdapat celah hukum yang bisa dipakai oleh pihak suami untuk menghindari pembayaran nafkah istri yang telah dibebankan dalam putusan Pengadilan. Kendatipun sudah banyak perangkat hukum yang dibuat untuk melindungi dan memastikan hak-hak perempuan terpenuhi, akan tetapi praktek di lapangan masih banyak terjadi pengabaian terhadap hak-hak perempuan. Diperoleh beberapa kesimpulan penelitian, yaitu pertama pelaksanaan Penegakan Hukum terhadap hak nafkah istri cerai talak di Pengadilan Agama Pasuruan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama kemudian diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009, antara lain Majelis Hakim Pengadilan Agama Pasuruan dapat menghukum pihak suami untuk membayar nafkah iddah dan mut’ah kepada pihak istri, Majelis Hakim juga dapat mencantumkan dalam amar putusan bahwa nafkah dibayar sebelum ikrar talak dilaksanakan. Kedua, ditemukannnya faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum hak nafkah istri cerai talak, yang salah satunya adalah Pihak suami tidak menjatuhkan talaknya kepada istri atau tidak ada itikad baik dari pihak suami dn tidak adanya sanksi yang jelas yang seharusnya diatur dalam Undang-undang atau PERMA terhadap suami yang tidak melaksanakan ikrar talak serta biaya eksekusi yang cukup tinggi dan menyita waktu.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectPenegakan Hukumen_US
dc.subjectHak Nafkah Istrien_US
dc.titlePenegakan Hukum Hak Nafkah Istri Setelah Perceraian (Studi Di Pengadilan Agama Pasuruan)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record