Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Dpr) Terkait Perjanjian Internasional (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/Puu Xvi/2018)
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat judul Dasar Pertimbangan Hakim
Mahkamah Konsitusi Tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Terkait Perjanjian Internasional (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
13/PUU-XVI/2018).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis mengangkan rumusan
masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana petitum permohonan yang berkaitan
dengan persetujuan DPR tentang perjanjian internasional? 2. Bagaimana dasar
pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU XVI/2018 Tentang Perjanjian Internasional ? 3. Bagaimana akibat hukum pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUUXVI/2018 Tentang Perjanjian
Internasional ?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif serta
menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual
dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum
primer dan sekunder yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode
analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian yang diperole menunjukkan Mahkamah Konstitusi
menerangkan bahwa tidak diharuskan adanya sebuah bentuk hukum bagi
pernyataan akan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada substansi
suatu perjanjian internasional yang dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) UUD
1945. Rekomendasi dalam praktiknya sejauh ini yang tidak bertentangan
dengan UUD 1945. Justru sebaliknya, praktik sedemikan mencakup 2 (dua)
kebutuhan hukum sekaligus. Dimana, mekanisme tersebut memberikan ruang
gerak yang lebih leluasa bagi Presiden di dalam melaksanakan fungsional
pemerintahannya, fungsi yang dimaksud ialah berhubungan dengan
pemerintahan yang berkaitan dengan hubungan internasional yang
menempatkan posisi Indonesia sebagai titik penentu. Akan tetapi, dengan
kondisi yang bersamaan juga terdapat pertimbangan kaidah yang telah diterima
secara luas oleh masyarakat dengan cakupan internasional. Kemudian, dalam
mekanisme konsultasi tersebut, fungsi pengawasan dewan juga terpenuhi tanpa
adanya faktor penghambat ruang gerak Presiden.