Analisis Putusan Nomor: 8/Pid.Sus- Tkp/2022/Pn.Sby Dalam Tindak Pidana Korupsi Probolinggo Periode 2018-2023
Abstract
Pada skrispi ini, penulis mengangkat judul ANALISIS PUTUSAN NOMOR:
8/Pid.Sus- TKP/2022/PN.Sby DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PROBOLINGGO
PERIODE 2018-2023 Putusan tersebut memberikan gambaran mengenai penegakan
hukum terhadap tindak pidana korupsi di tingkat lokal. Analisis terhadap putusan ini
bertujuan untuk memahami pertimbangan hakim serta faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan tersebut, guna menilai apakah putusan sudah sesuai
dengan prinsip keadilan dan aturan hukum yang berlaku. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi untuk perbaikan sistem hukum dan upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut: 1. Apa Rasio Desidendi Majelis Hakim Dalam Kasus Korupsi
Pada Putusan Nomor: 8/Pid.Sus- TKP/2022/PN.Sby Dalam Tindak Pidana Korupsi
Bupati Probolinggo Periode 2018-2023? 2. Bagaimana upaya penegakan Hukum
Dalam Kasus Korupsi Pada Putusan Nomor: 8/Pid.Sus- TKP/2022/PN.Sby Dalam
Tindak Pidana Korupsi Bupati Probolinggo Periode 2018-2023?
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah normatif. Penelitian ini fokus pada
analisis aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, dan doktrin-doktrin hukum untuk
menjawab isu-isu hukum yang ada. Melalui kajian mendalam terhadap peraturan
perUndang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum yang relevan,
penelitian ini bertujuan menemukan solusi hukum yang tepat dan memahami
penerapan hukum dalam konteks tertentu, memastikan analisis yang dilakukan
memiliki dasar hukum yang kuat dan adil.
Dalam putusan nomor 8/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Sby, hakim menyatakan
terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi jenis suap berdasarkan pasal 12
huruf a Undang-undang Tipikor Jo. Pasal 55 KUHP Jo Pasal 65 KUHP, dengan
dakwaan alternatif kesatu oleh Jaksa Penuntut Umum. Perkara ini merupakan
pemisahan dari kasus M. Ridwan dan Doddi Kurniawan, dan para terdakwa ditahan
di Lapas Surabaya karena memiliki anak-anak kecil. Majelis Hakim menegaskan tidak
ada alasan yang menghapus pertanggungjawaban pidana terdakwa, serta
pentingnya perlindungan hak pelaku. Kejaksaan menangani kasus ini karena nilai
korupsi kurang dari Rp 1 miliar, sehingga bukan kewenangan KPK. Hakim
menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, lebih ringan dari
tuntutan penuntut umum yang meminta 8 tahun penjara dan denda Rp 800 juta.
Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding dan kasasi, namun keduanya ditolak,
dengan Mahkamah Agung menguatkan hukuman 4 tahun penjara sesuai pasal 11.