Sengketa Atas Merek Terdaftar Terhadap Merek Ilegal Antar Dua Negara (Analisis Putusan Nomor 9/Pdt.Sus Merek/2023/Pn.Niaga.Jkt.Ps
Abstract
Penelitian ini ini menganalisis rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana
pengaturan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia dan di Philipina?
Apakah pertimbangan hakim dalam sengketa merek pada Putusan Nomor
9/Pdt.Sus-Merek/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst telah mencerminkan perlindungan hukum
dan kepastian hukum?
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan, konseptual dan pendekatan kasus. Bahan
hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan hukum primer yang
terdiri dari Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 9/Pdt.Sus Merek/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst dan Paraturan Perundang-Undangan terkait Hak
Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia serta Filipina, bahan hukum sekunder yaitu
literatur ilmiah seperti artikel jurnal yang berkaitan dengan HaKI, dan bahan
hukum tersier.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan
sebagai berikut:
Perbandingan hukum terkait kekayaan intelektual baik dari Filipina dengan
Indonesia, diketahui memiliki perbedaan yang signifikan antara lain yaitu:
Pertama, letak pengaturan HaKI Filipina dan Indonesia berbeda. Di Filipina,
pengaturan HaKI menggunakan kodifikasi atau hanya diatur dalam Undang Undang Nomor 8293 Tahun 1997 tentang Hak Kekayaan Intelektual Filipina.
sedangkan di Indonesia, pengaturan HaKI tersebar dalam beberapa Undang Undang; Kedua, lembaga yang menjadi tempat pendaftaran dan penyelesaian
sengketa HaKI di Filipina terpusat pada satu lembaga, yaitu Kantor Kekayaan
Intelektual Filipina (IPOPHL). Sedangkan di Indonesia terpisah, dimana lembaga
pendaftaran HaKI adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, sedangkan penyelesaian sengketa
HaKI dilakukan di Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri, dan melalui Alternatif
penyelesaian Sengketa (APS), yaitu negosiasi, mediasi konsiliasi dan arbitrase.;
Ketiga, dari segi jenis kekayaan intelektual yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, Indonesia tergolong lebih banyak, antara lain yaitu: 1) Hak
cipta, 2) paten, 3) 4) merek, 5) rahasia dagang, 6) desain industri, 7) desain tata
latak sirkuit terpadu, 8) varietas tanaman, 9) ekspresi budaya tradisional, 10)
pengetahuan tradisional, 11) indikasi asal dan indikasi geografis, dan 12) sumber
daya genetik. Sedangkan di Filipina, HaKI yang diatur hanya terdiri dari: 1) paten,
2) Merek 3) Hak Cipta 4) Desain Industri, dan 5) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pertimbangan Hakim pada Putusan Nomor 9/Pdt.Sus Merek/2023/Pn.Niaga.Jkt.Pst telah memberikan dan mencerminkan kepastian
hukum sebab hakim mendasarkan pertimbangannya pada kaidah atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pertimbangan hakim dalam putusan
a quo juga telah mencerminkan perlindungan hukum karena majelis hakim telahmenguraikan pertimbangan denganmengacu kepada UU Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang notabene merupakan bentuk
perlindungan hukum dibidang Merek.