Pengakuan dan Kewarisan Anak Luar Nikah Menurut Prespektif Hukum Perdata (BW), Hukum Adat dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kedudukan atau pengakuan dan
kewarisan anak luar nikah dari ayah dan ibunya, dan manfaatnya adalah untuk
mendapatkan sumbangan dan pikiran kepada umum khususnya pada fakultas
agama islam dan juga untuk mendapatkan masukan kepada masyarakat yang
menyikapi masalah kedudukan dan kewarisan anak luar nikah, metode dalam
pembuatan skripsi ini mengambil sumber data dari al-qur’an, hadist, journal dan
buku-buku yang berkaitan dengan judul. Dan hasil dari skripsi ini jika melihat
dari hukum perdata anak luar nikah bisa mendapatkan kedudukan dan
mendapatkan hak waris dengan syarat ayah biologisnya mengakui keberadaannya
dan pengakuannya di depan pejabat pencatatan sipil dan yang mereka dapatkan
dari hak warisan tersebut 1/3 dari yang seharusnya iya terima jika sang ayah atau
ibu tidak mempunyai keturunan yang sah akan tetapi meninggalkan sedarah dalam
garis ke atas (ayah,ibu, nenek kakek) maka anak tersebut mendapatka ½ dan jika
meninggalkan hanya terdapat saudara dalam derajat lebih jauh maka anak tersebut
akan mendapatkan 3/4. Dan jika melihat dari hukum adat anak luar nikah berbedabeda dalam menyikapinya ada yang bisa mendapatkan hak waris dan pengakuan
layaknya anak sah yang mana hal ini sama rata pembagiaannya dengan anak yang
sah dan juga ada yang secara tegas bahwa anak luar nikah sama halnya dengan
anak zina, dan anak zina tidak ada hubungan kewarisan dan kedudukan dengan
ayah biologisnya walaupun ayah tersebut mengakuinya dan itu tergantung dari
adat masing-masing daerah, dan jika melihat dari kompilasi hukum islam anak
luar nikah hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya saja dan saling
mewarisi dengan keluarga ibunya saja.
Saran yang harus di perhatikan yaitu bila melakukan pernikahan lakukanlah
secara sah, baik melalui tata cara hukum perdata, hukum adat atau hukum islam
agar nantinya dapat memberikan adanya hubungan antara anak dengan orang
tuanya terutama dalam hal warisan, dan juga kepada masyarakat dan pemerintah
sebagai hak berwenang agar di buatkan peraturan khusus mengenai masyarakat
yang kumpul tanpa adanya pernikahan (kumpul kebo) dengan membuat peraturan
larangan tersebut beserta sanksi yang tegas dan juga kepada masyarakat supaya
tidak memberikan suatu anggapan yang sifatnya menghina dan dapat
mengucilkan anak tersebut dari pergaulan. Sebab, anak tersebut pada dasarnya
adalah anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah seperti yang terjadi pada
anak-anak yang lain pada umumnya, dan juga dia berhak untuk diperlakukan
secara kemanusiaan.