Model Hubungan Kekuasaan Legislatif-Eksekutif Di Tingkat Lokal Pada Era Reformasi
Abstract
Dalam pelaksanaan pengembangan/pembangunan desa terjadi proses model hubungan antara
BPD (sebagai badan legeslasi di tingkat desa) dengan Kepala Desa (sebagai eksekutif di
tingkat desa). Studi pendahuluan menunjukkan bahwa hubungan antar fakta pada model
hubungan antar kedua lembaga desa tersebut tidak terlepas dari konteks yang
melatarbelakangi perilaku subjek, mempunyai pola yang unik dan berubah-ubah, adanya
perubahan yang mencolok antara era reformasi dan sebelum reformasi. Objek penelitian ini
adalah model hubungan BPD-Kepala Desa (power relation) sebagai pemimpin lokal yang
berperan dalam proses transformasi sosial di desa. Objek kajian penelitian memfokus pada 5
(lima) macam kasus penting yang terjadi di desa penelitian, yaitu: (1) kasus tentang
penyusunan dan penetapan peraturan desa, (2) kasus penyusunan dan penetapan anggara dan
pendapatan belanja desa, (3) kasus pelaksaan peraturan desa, dan (4) pertanggungjawaban
kepala desa dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengungkap: (1) Kondisi konteks (sosial,
ekonomi, budaya, dan politik) yang melatarbelakangi perilaku model hubungan antara BPD
dan Kepala Desa; (2) Pola-pola model hubungan yang terbentuk dari berlangsungnya relasi
antara BPD dan Kepala Desa; (3) Perubahan terpenting apakah yang menandai model
hubungan antara BPD dan Kepala Desa; dan (4) Proses perubahan perilaku yang menandai
model hubungan antara BPD dan Kepala Desa berlangsung pada era reformasi dan sebelum
reformasi. Atas hal tersebut penelitian ini diharapkan dapat menemukan konsep atau proposisi
baru tentang hubungan antar fakta model hubungan antara BPD dengan Kepala Desa dan
kondisi lingkungan sosiobudaya yang melatarbelakangi perlilaku mereka. Untuk mengungkap
hubungan antar fakta tersebut, maka subyek informannya adalah para kepala desa dan stafnya
serta para pengurus BPD di desa lokasi penelitian ini.
Untuk memahami hubungan antar fakta model hubungan antara BPD dengan kepala desa,
penelitian ini menggunakan pisau analisis perspektif teori model hubungan. Perspektif teori
model hubungan berpandangan bahwa perilaku model hubungan BPD-Kepala Desa pada
dasarnya berbasis pada organisasi dan konteks budaya lokal yang secara konsisten
ditampilkan oleh pemegang kekuasaan itu berbeda-beda. Setiap pemegang kekuasaan
melakukan penyesuaian (adjusment) terhadap kaitan kedua basis kekuasaannya secara
proporsional sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi yang ada. Namun demikian, dalam
suatu situasi tertentu pemegang kekuasaan lebih banyak menerapkan kekuasaan yang berbasis
organisasi (organizationaly based power) lebih sedikit menerapkan kekuasaan yang berbasis
pribadi/budaya lokal. Sementara itu dalam situasi yang lain, mereka lebih banyak menerapkan
kekuasaan yang berbasis pribadi/budaya lokal (local personally based power) dan sedikit
yang berbasis organisasi. Pada suatu situasi yang sangat khusus, ia dapat menggunakan
kekuasaannya baik yang berbasis organisasi maupun pribadi/ budaya lokal secara seimbang
Untuk itu, teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung (partisipant
observation) dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan cara: (1) mengamati dan
mewawancarai tentang berbagai perilaku subjek, (2) mengamati bahasa atau pembicaraan
diantara subjek penelitian, dan (3) mengamati pebuatan atau tingkah laku mereka (BPD dan Kades) dalam melakukan perilaku berelasi berkaitan dengan melaksanakan pengembangan/
pembangunan desa.
Hasil penelitian yang diharapkan adalah menemukan hal-hal sebagai beriku: (1) menemukan
berbagai kondisi yang melartarbelakangi pola model hubungan antara BPD dan kepala desa;
(2) Pola-pola model hubungan yang terbentuk dari berlangsungnya relasi antara BPD dan
kepala desa; (3) Bentuk-bentuk perubahan yang menandai model hubungan antara BPD dan
kepala desa; dan (4) Proses perubahan perilaku yang menandai model hubungan antara BPD
dan kepala desa berlangsung pada era reformasi dan sebelum reformasi.
Penelitian ini direncanakan dilakukan pada komunitas Tengger di Desa Ngadas, Kecamatan
Poncokusumo, Kabupaten Malang. Penduduk di desa tersebut seluruhnya berjumlah 1.654
jiwa, sebagian besar diantaranya memeluk agama asli Tengger yang disebut ―Budo Jowo
Sanyoto‖ sejumlah 1.123 orang (68,5 %), pemeluk agama Islam 445 orang (26,6%), dan
Hindu 86 orang (4,9%). Dipublikasi pembentukan karakter pada masyarakat Tengger yang
damai lewat tradisi pengasuhan anak, yang meliputi tiga hal: internalisasi, sosialisasi dan
enkulturasi menjadi wacana untuk komunitas lainnya dalam mebentuk integrasi bangsa dan
harmoni sosial.