Show simple item record

dc.contributor.authorFitri, Rizqy Aulia
dc.date.accessioned2021-10-21T04:04:06Z
dc.date.available2021-10-21T04:04:06Z
dc.date.issued2021-02-20
dc.identifier.urihttp://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/2136
dc.description.abstractPerkawinan menimbulkan hubungan hukum dan akibat hukum antara kedua orang yaitu antara suami dan istri beserta keluarga dari suami dan keluarga dari istri. Indonesia mempunyai dua jenis perkawinan yang dilegalkan yaitu perkawinan monogami dan perkawinan poligami. Salah satu permasalahan serius yang ditimbulkan karena perkawinan poligami adalah kewarisan. Dalam perkawinan poligami jika suami menjadi pewaris maka ahli warisnya adalah istri, istri kedua dan selanjutnya, anak dari istri pertama dan selanjutnya beserta anak angkat jika ada. Seperti pada kasus putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten Nomor: 17/Pdt.G/2012/PTA.Btn. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dilihat dari kekaburan norma pada Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan. Menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah primer, sekunder dan tersier. Menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum secara studi kepustakaan dan analisa secara preskriptif. Ada tiga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pengaturan hak kewarisan anak kandung dan anak angkat dalam perkawinan poligami menurut KUHPerdata dan Hukum Islam, penyelesaian sengketa dan perlindungan hukum kewarisannya. Hasil penelitian dan pembahasan tersebut adalah 1) Pengaturan Kewarisan bagi anak kandung dan anak angkat dalam perkawinan poligami. Menurut KUHPer, anak kandung masuk dalam golongan I dan anak angkat jika diangkat secara sah (legal) menggunakan penetapan pengadilan maka anak tersebut masuk kedalam hitungan anak kandung dalam hal kewarisan. Sedangkan dalam Hukum Islam kewarisan anak kandung masuk dalam Ashabul Furudh, jika mempunyai saudara laki-laki maka anak kandung perempuan dan anak kandung laki-laki masuk dalam kategori Ashabah. Sedangkan pengaturan bagi anak angkat menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat diakui untuk dapat dijadikan dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah hubungan darah/nasab/keturunan. 2) Penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan dalam KUHPer, maka dapat dilakukan di Pengadilan Negeri sedangkan bagi yang menggunakan Hukum Islam dapat dilakukan di Pengadilan Agama. Kedua pengadilan diatas telah menentukan kewenanganya masing-masing yang mana masing-masing juga menetapkan, mengadili tentang hukum perdata yang didalamnya terdapat hukum perkawinan dan hukum kewarisan. 3) Perlindungan hukum yang dapat dilakukan adalah sebelum melakukan poligami dan pembagian harta adalah orang tua dapat meminta penetapan harta bersama sebelum masuknya orang ketiga atau sebelum izin poligami dari Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri tersebut turun, melakukan perjanjian perkawinan pemisahan harta, melakukan pengangkatan anak secara sah melalui penetapan pengadilan, memberikan hibah kepada anak angkat dan anak kandung, menuliskan wasiat yang di khususkan kepada anak angkat Kesimpulan yang bisa didapatkan adalah adanya beberapa berbedaan dalam mengatur hak kewarisan anak kandung dan anak angkat baik didalam perkawinan poligami maupun monogami Kata Kunci: Hak Waris, Perkawinan Poligami, Anak Angkat, Anak Kandungen_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherUniversitas Islam Malangen_US
dc.subjectKenotariatanen_US
dc.subjectHak Warisen_US
dc.subjectPerkawinan Poligamien_US
dc.subjectAnak Angkaten_US
dc.subjectAnak Kandungen_US
dc.titlePerlindungan Hukum Hak Waris Anak Kandung dan Anak Angkat dalam Perkawinan Poligami Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Agama Banten Nomor: 17/Pdt.G/2012/PTA.Btn)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

  • MT - Notary
    Koleksi Thesis Mahasiswa Prodi Kenotariatan (MKn)

Show simple item record