dc.description.abstract | Surat Keterangan Waris adalah surat yang dibuat oleh/di hadapan pejabat yang berwenang, yang isinya menerangkan tentang siapa saja ahli waris dari seseorang yang sudah meninggal dunia. Berdasarkan keterangan warislah, maka ahli waris mendapatkan hak dan kewajiban atas harta peninggalan pewaris. Namun, surat keterangan waris di Indonesia dibuat oleh instansi yang berbeda sesuai dengan golongan penduduk pada zaman pemerintahan Belanda (Pasal 111 ayat 1 point C butir ke 4 PMNA No 3/1997). Surat Keterangan Waris (SKW) merupakan bukti yang lengkap tentang keadaan yang meninggal dunia, ahli waris, harta peninggalan, dan hak bagian masing-masing ahli waris, serta menjadi pemberitahuan pada pihak ketiga terutama Kantor Badan Pertanahan dalam rangka pengukuran tanah untuk pendaftaran peralihan hak karena warisan.
Berdasarkan pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa jika orang mempunyai hak atas tanah meninggal dunia, maka yang menerima tanah itu sebagai warisan wajib meminta pendaftaran peralihan tanah tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal meninggalnya orang itu. Selanjutnya dalam pasal 23 ayat (1), untuk mendaftarkan peralihan hak karena warisan mengenai tanah yang telah dibukukan, maka kepada Kepala Kantor Pendaftaran tanah harus diserahkan Surat Keterangan Mewaris dari instansi yang berwenang. Akan tetapi, Ketentuan Pasal 111 ayat 1 point C butir ke 4 PMNA No 3/1997 ini jelas bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Pasal 26 ayat 2. Di samping itu, bertentangan juga dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Administrasi Kependudukan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum (yuridis normatif) atau doctrinal, sebagai ilmu normatif memiliki metode yang berbeda dengan penelitian lainnya. Metode penelitian ini merupakan suatu cara yang sistematis dalam melakukan penelitian. Berdasarkan studi dan masalah yang dibahas maka dalam penelitian ini menggunakan metoda penelitian kepustakaan (Library Research) atau lazim disebut dengan “Legal Research”. Berdasarkan metoda penelitian ini penulis mengadakan analisis secara yuridis mengenai Surat Keterangan Waris Di Indonesia Pasca Berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia Dan UU Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Administrasi Kependudukan. Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis ingin meneliti mengenai konsekuensi yuridis berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia Dan UU Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Administrasi Kependudukan dalam ketentuan pembuatan Surat Keterangan Waris di Indonesia serta mendiskripsikan siapa yang berwenang membuat Surat Keterangan Waris sekaligus bentuk Surat Keterangan Waris yang dapat diberlakukan bagi seluruh warga Indonesia.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pembuatan keterangan Hak Waris oleh instansi yang berbeda-beda merupakan salah satu konsekuensi akibat masih berlakunya pluralisme sistem hukum waris dan terdapatnya perbedaan kebutuhan keperdataan masing-masing ‘golongan penduduk’. Dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomer 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang hanya membedakan antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, seyogyanya pembedaan atas golongan penduduk tidak boleh terjadi. Demikian pula telah dihapuskan diskriminasi dengan mencabut peraturan administrasi staatsblad yang membedakan penduduk berdasarkan suku, ras, etnis, dan agama berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomer 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan serta Tidak lengkapnya pengaturan instansi mana yang diberi wewenang untuk membuat Surat Keterangan Waris.
Kata Kunci : Hukum Waris, Pluralisme Sistem Hukum Waris, Surat Keterangan Waris | en_US |