Kekuatan Hukum Tanda Tangan Elektronik Dalam Kontrak Menurut Hukum Positif Indonesia
Abstract
Pada penelitian ini, penulis mengangkat permasalahan terkait dengan tanda
tangan elektronik yang digunakan dalam perjanjian. Hal yang melatarbelakangi
peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah berkembangnya perjanjian dari
yang sangat konvensional sampai sekarang perjanjian dengan menggunakan tanda
tangan elektronik tanpa harus bertemu antar para pihak yang terlibat dalam
perjanjian secara langsung. Dalam hal ini berarti ada suatu perubahan, disaat ada
suatu perubahan maka hukum harus ikut mengiringi perubahan tersebut,
dikarenakan tujuan dari hukum adalah memberikan kepastian hukum.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti menentukan rumusan
masalah yang dapat membantu peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang
sesuai dengan harapan. Rumusan masalah yang peneliti angkat
adalah:1.Bagaimana kedudukan hukum tanda tangan elektronik berdasarkan
hukum positif Indonesia? 2. Bagaimana keabsahan hukum tanda tangan elektronik
dalam kontrak berdasarkan hukum positif Indonesia? Penelitian ini merupakan
penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan kemudian
pendekatan konseptual dan juga pendekatan komparatif. Bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non
hukum. Pendekatan dan bahan hukum tersebut diperuntukkan untuk menjawab
rumusan masalah yang peneliti kaji.
Hasil dari penelitian ini adalah terkait dengan kedudukan hukum tanda tangan
elektronik dapat disamakan tujuan hukumnya dengan tanda tangan konvensional
apabila tanda tangan elektronik dibuat sesuai dengan persyaratan yang ada dalam
Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU ITE dan PP No. 82 Tahun 2012 sehingga tanda
tangan elektronik tersebut dapat dikatakan sah secara hukum karena tanda tangan
elektronik diterapkan untuk memudahkan adanya perjanjian secara elektronik.
Berdasarkan hal tersebut notaris memungkinkan membuat akta otentik dengan
menggunakan tanda tangan elektronik. Namun dalam pelaksanaannya diatur
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m dapat disimpulkan bahwa akta otentik notaris
mempunyai kekuatan pembuktian apabila akta otentik tersebut dibuat atau
dihadapan notaris dan ditandatangani langsung pada saat akta dibacakan oleh
penghadap, saksi dan notaris. Dalam hal akta otentik yang menggunakan tanda
tangan elektronik hal ini tidak bisa dipenuhi, maka ketentuan yang berlaku dari
dokumen tersebut berubah menjadi akta dibawah tangan sebagaimana diatur
dalam pasal 16 ayat (9) UU Jabatan Notaris selanjutnya juga merujuk pada pasal
5 ayat (4) huruf a dan b UU ITE dapat kita ketahui bahwasannya dokumen yang
dibuat dalam bentuk akta notaris tidaklah termasuk dalam informasi elektronik
atau yang biasa kita sebut dengan dokumen elektronik.