Status Hukum Anak Hasil Sewa Rahim Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Perdata
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan Status Hukum Anak Hasil
Sewa Rahim Di Indonesia. Pilihan tema ini dilatarbelakangi oleh munculnya praktik
sewa rahim di berbagai negara termasuk Indonesia. Sewa rahim ini diperuntukkan
kepada wanita yang tidak bisa mengandung agar dapat memiliki keturunan. Di
Indonesia sendiri tidak memperbolehkan adanya sewa rahim, tetapi masih belum ada
aturan hukum yang mengatur tentang sewa rahim. Adanya praktik sewa rahim
menimbulkan ketidak jelasan mengenai status hukum anak, apakah anak tersebut
merupakan anak dari orang tua pendonor atau orang tua pengganti.
Berdasarkan latar belakang tersebut, skripsi ini mengangkat rumusan masalah
sebagai berikut : 1. Bagaimana keabsahan perjanjian sewa rahim yang dilakukan di
Indonesia berdasarkan hukum perdata ?, 2. Bagaimana status hukum anak hasil dari
sewa rahim dalam perspektif hukum perdata ?. Penelitian ini merupakan penelitian
yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
bahan hukum primer dan bahan hukum tersier dengan teknik pengumpulan yang
digunakan yaitu studi kepustakaan dan klasifikasi data. Selanjutnya yaitu, teknik
analisis bahan hukum yang digunakan adalah analisis data kualitatif dimana data yang
diperoleh dengan menggunakan metode analisis data yang umumnya subjektif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keabsahan perjanjian sewa rahim ini
batal demi hukum karena syarat obyektif yaitu “sebab yang halal” tidak terpenuhi,
karena bertentangan dengan undang-undang maupun kemanusiaan. Undang-undang
yang dimaksud yaitu Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 dan juga Peraturan
Pemerintah No 61 tahun 2014 yang menjelaskan mengenai larangan kehamilan diluar
cara alamiah.
Sedangkan, satus hukum anak hasil dari sewa rahim, jika ditinjau dari hukum
perdata, dapat dilihat dari 2 perspektif yaitu dari status perkawinan ibu pengganti dan
dari orang tua pendonor. Dilihat dari status perkawinan ibu pengganti yaitu, jika ibu
pengganti terikat dengan perkawinan yang sah, maka anak hasil sewa rahim ini
dikatakan anak sah dari orang tua pengganti. Sedangkan jika ibu pengganti tidak terikat
dengan perkawinan atau sudah janda, maka anak hasil sewa rahim ini dikatakan sebagai
anak luar kawin. Selanjutnya dilihat dari orang tua pendonor, jika orang tua pendonor
ingin memiliki hubungan hukum dengan anak hasil dari sewa rahim, maka orang tua
pendonor harus mengadopsi anak tersebut dari ibu pengganti / orang tua pengganti.