Pembagian Hak Waris Sangkolan Berbasis Gender Perspektif Qira’ah Mubadalah dan Kompilasi Hukum Islam
Abstract
Pada masa pra islam (jahiliyah) wanita dan anak perempuan tidak pernah
dianggap sebagai ahli waris (tidak mendapatkan warisan), bahkan berbanding
terbalik yakni, dapat diwariskan. Pasca turunnya ayat dalam Q.S an-Nisa 4:11-12
wanita dan anak perempuan terhitung sebagai ahli waris. Namun dengan
berjalannya waktu, perubahan struktur sosial masyarakat, sepertihalnya pada
masyarakat Sejati (khususnya) dan masyarakat Madura (umumnya) yang semula
dalam pewarisannya menganut formula mekol nyu’un atau 2:1 kini sudah jarang
dijumpai bahkan sudah tergantikan dengan waris adat sangkolan, dimana dalam
formulasi sangkolan ditemukan fakta salah satunya ialah kadangkala perempuan
menjadi prioritas dalam pembagiannya.
Berangkat dari latar penelitian tersebut, peneliti memfokuskan penelitian
ini dalam tiga point; a). bagaimana pola implementasi pembagian waris adat
sangkolan pada masyarakat Sejati. b). bagaimana pembagian waris adat sangkolan
berbasis gender pada masyarakat sejati perspektif qira’ah mubadalah dan
kompilasi hukum islam. c). bagaimana relevansi konsep qira’ah mubadalah atas
praktik waris sangkolan masyarakat sejati dan kaitannya dengan Kompilasi Hukum
Islam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini juga merupakan penelitian etnografi yang memiliki fokus pada kultur
suatu masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan tiga cara yakni, observasi
pasif, indepth interview, dan dokumentasi.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, ialah; pola
implementasi waris adat sangkolan terbagi menjadi dua yakni berbasis prosentase,
dan waktu. Sangkolan dapat dikatakan sebagai reaksi sosial daripada qira’ah
mubadalah. Qira’ah mubadalah dapat dijadikan problem solver dari kesalah
fahaman menafsirkan ayat waris 2:1. Sedangkan dalam KHI sangkolan dapat
dikatakan sebagai waris, wasiat, juga hibah waris. Qira’ah mubadalah memiliki
relevansi yang kuat dengan sangkolan dalam visi menciptakan kemaslahatan.
Sedangkan kaitannya dengan KHI, keduanya memiliki ladang garapan masing masing, dengan catatan tetap saling melengkapi satu sama lai