Mekanisme Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Lintas Negara Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan pada transaksi
elektronik yang dilakukan oleh para pihak yang berada pada yurisdiksi hukum
negara berbeda, sementara dalam terms and condition pada saat kesepakatan secara
online dibentuk tidak secara tegas dan jelas menunjuk atau memuat klausul choice
of law, maka menjadi persoalan jika dikemudian hari terjadi sengketa. Hal tersebut
menimbulkan kekaburan hukum dalam penyelesaian sengketa transaksi elektronik
lintas batas negara melalui e-commerce. Berdasarkan hal tersebut diatas, sk ripsi ini
mengangkat rumusan masalah (1) Bagaimana kedudukan pelaku usaha dan
konsumen dalam transaksi elektronik lintas negara dalam UU ITE ? (2) Bagaimana
mekanisme penyelesaian sengketa transaksi elektronik lintas negara jika para pihak
berada di wilayah yang berbeda yurisdiksi dengan Indonesia?.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan
(comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan
hukum primer, sekunder, dan analisis bahan hukumnya bersifat deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian,penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang
ada bahwa dalam transaksi transaksi elektronik lintas negara merupakan hubungan
kontraktual yang mendapatkan perlindungan hukum sama sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PP PMSE). Namun dalam praktiknya peraturan tersebut tidak
terimplikasikan dengan baik sebab masih terdapat klausula baku pada perjanjian
antara pelaku usaha dan konsumen dalam transaksi transaksi elektronik lintas
negara dengan dalih menggunakan yurisdiksi luar negeri, sedangkan di Indonesia,
lembaga yang menangani para pihak dalam transaksi elektronik lintas negara ialah
BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional), BPSK (Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen) dan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Sejatinya
Indonesia telah melegitimasi ODR namun belum bisa dijalankan dengan maksimal
mengingat belum adanya acuan yang jelas terkait prosedur dan tata cara
pelaksanaan ODR termasuk kesiapan pengaturan perangkat software untuk
mengelola sengketa secara online dimana aspek teknologi memiliki peranan
penting dalam keberhasilan pelaksanaan ODR