Legalitas Pengoperasian Drone (Pesawat Tanpa Awak) Di Wilayah Udara Nasional Indonesia
Abstract
Pada skripsi ini, penyusun meneliti tentang Legalitas Pengoperasian Drone(Pesawat Tanpa Awak)
di Wilayah Hukum Udara Nasional Indonesia. Pemilihan judul dan tema tersebut dilatarbelakangi
oleh maraknya pengoperasian drone pada saat ini yang terkadang menjadi pro dan kontra pada sebagian pihak/kalangan, karena sebagian masyarakat tersebut masih awam/kurang atau tidak
mengerti akan fungsi pesawat drone tersebut yang terkadang bisa menguntungkan dan bisa juga
merugikan, serta dengan meneliti hal tersebut, maka masyarakat awam akan menjadi mengerti
fungsi/kegunaan drone yang sebenarnya, terutama menurut ketentuan-ketentuan hukum udara
internasional, sehingga dapat menciptakan kemanfaatan secara luas yang berupa rasa aman dan
terlindung dari berbagai ancaman dan gangguan. Oleh karena itu, legalitas/aturan/kebijakan dalam
pengoperasian drone menjadi poin/aspek penting di dalamnya.
Untuk rumusan masalahnya, terdapat beberapa poin yang diantaranya adalah apa saja konsep
mengenai kedaulatan suatu negara yang ditinjau dari aspek wilayah udara di atas daratan dan
perairan dari awal kemunculannya hingga saat ini?, bagaimana pengendalian wilayah kedaulatan
atas ruang udara suatu negara ditinjau dari perspektif peraturan hukum udara nasional dan
internasional?, apakah per-UU-an di Indonesia(ix) sudah jelas mengatur tentang drone dan
bagaimana implikasinya terhadap pelaksanaan per-UU-an yang lain(termasuk bagaimana
efektivitas penegakan hukumnya)?, dan bagaimana implikasi legalisasi pengoperasian drone dan
stealth di dalam wilayah udara Indonesia/terhadap han-kam nasional dan bagaimana prosedur
mendapatkan legalisasi tersebut serta mengapa legalisasi tersebut diperlukan?.
Tujuan penelitian dari penyusun ini terbagi menjadi 2, yaitu tujuan umum untuk menganalisis
peraturan hukum udara nasional dan internasional yang telah ada selama ini dan yang sedang
berlaku saat ini/hukum positif. Dan tujuan khusus, yaitu bagaimana efektivitas penegakan
hukumnya dalam menangani permasalahan hukum di lingkup hukum udara nasional dan
internasional serta bagaimana dampak/pengaruh yang ditimbulkannya. Metode penelitian penyusun ini terdiri atas beberapa hal, yakni sifat penelitian
deskriptif(penggambaran masalah penelitian beserta kajian teorinya), jenis penelitian yuridis
normatif(peraturan per-UU-an), sumber data penelitian sekunder, yang terdiri dari; bahan hukum
primer(per-UU-an yang masih/sedang berlaku saat ini/hukum positifnya) dan bahan hukum
sekunder(literatur bahan ajar/buku-buku hukum udara nasional dan internasional serta jurnal
tentang hukum udara nasional dan internasional), teknik pengumpulan data yang berdasarkan
library research(riset kepustakaan) dan bahan hukum dogmatik/doktrinal, dan teknik analisis
data(menelaah(mengumpulkan, mengklasifikasi, dan menganalisis) sistematika peraturan per UU-an perbandingan hukum(metode, sistem, asas-asas, norma, pelaksanaan) pada hukum
positifnya, dan sejarah hukum(hubungan antara lembaga-lembaga hukum dengan basis sosial
hukum di masyarakat)).
Untuk hasil penelitian penyusun ini, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan fokus
utama/pokok permasalahan. Pertama, telah kurang atau bahkan tidak efektifnya teori Westphalian
mengenai kedaulatan di ruang udara untuk diterapkan pada masa sekarang, dikarenakan sifatnya
yang cenderung masih kaku(kurang fleksibel) dan kuno/ketinggalan zaman dengan kemajuan
pesat teknologi di dunia penerbangan jika dibandingkan dengan dasar-dasar/prinsip-prinsip hukum
lain yang lebih sesuai dengan masa sekarang, seperti konvensi Chicago 1944, Paris 1919, teori
kerukunan/doktrin nusantara, PM Ri No. 37 Tahun 2020, Dst. Kedua, mengenai
determinasi/faktor/penentu kedaulatan negara di ruang udaranya yang sejalan dengan munculnya
beragam tantangan dan pelanggaran, terlebih di era liberalisasi penerbangan internasional(open
sky policy) yang dapat mengancam eksistensi negara itu serta beragam penetapan dan ketentuan
untuk mengatasi hal-hal tersebut, seperti yang tertuang dalam UU RI No. 1 Tahun 2009 dan PP RI
No. 4 Tahun 2018.